“… Aku akan meluputkan engkau … firman TUHAN.“ (Yer. 39:18)
Yehuda jatuh ke tangan Babel. Rakyat, punggawa istana, dan raja Zedekia sekeluarga dipersekusi oleh raja Babel, Nebukadnezar. Kekejian melanda Yehuda, baik di Babel maupun di Yehuda. Keluarga raja Yahuda dan para punggawanya dibunuh. Sisa- sisa rakyat dibuang ke Babel, kecuali orang miskin yang tidak mempunyai apa-apa. Istana Yehuda dan perumahan rakyat dibakar. Tembok-tembok Yerusalem dirobohkan. Membayangkan kerusuhan besar itu, sungguh sangat mengerikan.
Nabi Yeremia menyaksikan kerusuhan negerinya dari balik tembok penjara. Ia terkurung dan cemas. Walaupun raja Babel membiarkannya hidup, tetapi Yeremia tinggal di tengah rakyat dalam kondisi menderita dan kekurangan sebagai tahanan kota. Pun demikian, Tuhan memberi tugas kepada Yeremia untuk menyampaikan pesan kepada Ebed-Melekh. Meskipun hidup dan selamat, Yeremia dan rakyat yang tertinggal di Yehuda berada dalam kecemasan mencekam. Seluruh negeri baru saja dibantai dan dihancurkan.
Menjadi orang Kristen bukan berarti selalu berada di dalam keadaan baik, nyaman, tanpa khawatir dan cemas. Beribadah bukan berarti hidup dalam suasana surgawi. Rasa was-was yang kadang menghantui adalah konsekuensi hidup. Penyertaan Tuhan tidak berarti hidup serbaberes. Penyelamatan Tuhan bukan berarti hidup tanpa pasang dan surut, atau kecemasan. Tetap menjalani kehidupan beriman meski di dalam kecemasan adalah panggilan kesaksian setiap orang Kristen. [Pdt. (Em.) Rasid Rachman]
DOA:
Ingatkan kami, ya Tuhan, menjalani lika-lika kehidupan sepanjang hari ini. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 129; Yer. 39:1-18; Yak. 5:7-12
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.