“Aku akan melepas api ke dalam Yehuda, sehingga puri Yerusalem dimakan habis.” (Am. 2:5)
Pada 9 April 1945 Dietrich Bonhoeffer dihukum gantung setelah sebelumnya mengalami serangkaian penjara dan kamp konsentrasi. Hal itu sebagai akibat keterlibatannya melawan Nazisme secara keras pada saat itu. Meskipun berkebangsaan Jerman, hal itu tidak membuatnya menutup mata terhadap kekejaman yang dilakukan pemerintahan Nazi. Sebagai pendeta dan teolog, ia menjadi tokoh kunci yang memimpin Gereja yang mengaku yang menentang kebijakan-kebijakan anti-semitik Adolf Hitler.
Amos pun demikian. Meskipun ia sendiri berasal dari Yehuda, ia tidak diam saja melihat berbagai kejahatan yang terjadi di negeri itu. Ia bukan hanya pengkritik negara-negara lain di sekitar Yehuda, melainkan juga negaranya sendiri. Bagi Amos, sekalipun Yehuda dan Israel adalah pilihan Tuhan, mereka tidak lebih daripada bangsa-bangsa lainnya. Yehuda dan Israel akan tetap diminta pertanggungjawabannya dengan standar ukuran “apakah mereka bersikap kasih terhadap orang yang lemah?” Sayangnya, Yehuda dan Israel telah menolak hukum Tuhan dan tidak lagi hidup sesuai dengan hukum tersebut. Oleh karena itu, Yehuda dan Israel pun akan dihukum.
Kita tentu boleh bersikap nasionalis ataupun merasa bagian dari kelompok tertentu, termasuk suatu gereja tertentu. Namun, hal itu kiranya tidak membutakan kita untuk tetap memperdengarkan suara kenabian bila hal itu memang harus kita lakukan. [Ibu Yessy Sutama]
REFLEKSI:
Bersikap nasionalis tidak sama dengan fanatisme buta.
Ayat Pendukung: Mzm. 82; Amos 2:4-11; Kis. 7:9-16
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.