“Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” (Luk. 14:14)
Tiap ada anggota keluarga yang berulang tahun, Ibu Tika terbiasa membagikan makanan kepada para tetangganya. Para tetangga pun biasanya membalas pemberian itu dengan mengirim kembali buah tangan. Suatu hari, ketika ada tetangga yang tidak mengirimkan buah tangan, anak Ibu Tika bertanya heran, “Ma, kok, bihun buatan mama kemarin belum dibalas tetangga?”
Kebiasaan saling memberi, materiel maupun imateriel, mungkin kita lakukan juga ketika menjalin relasi dengan sesama. Tidak jarang, kita berharap mendapat balasan atas apa yang kita perbuat. Hal ini juga dibiasakan dalam tradisi orang Yahudi saat berpesta. Di perikop sebelumnya dikisahkan bahwa Yesus sedang menghadiri perjamuan makan di rumah seorang pemimpin Farisi. Yesus melihat para tamu undangan adalah kerabat dan orang terpandang saja. Saat seorang yang sakit datang di hadapan Yesus, mereka membiarkannya (Luk. 14:1-4). Inilah yang melatari nasihat Yesus dalam teks Alkitab ini. Bagi Yesus, kebahagiaan memberi tidak terjadi saat ada balas budi. Kebahagiaan memberi terjadi saat hari kebangkitan, di mana kita mendapatkan anugerah untuk merasakan hidup abadi (Luk. 14:14)
Berhentilah memberi jika motivasi kita masih berorientasi pada keuntungan dan balas budi. Perbaiki dan barui motivasi kita memberi. Pada saat itu kita akan mampu merasakan kebahagiaan memberi yang tak lekang oleh waktu dan situasi apa pun. [Pdt. Hizkia Anugrah Gunawan]
DOA:
Tuhan, ajar kami untuk dapat berelasi tanpa pamrih sehingga kasih Tuhan terpancar melalui sikap hidup kami. Amin.
Ayat Pendukung: Mzm. 30; Kej. 18:1-8; Luk. 14:12-14
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.