Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik nafas dan berkata kepadanya: “Efata!”, artinya: Terbukalah! (Mrk. 7:34)
“Yesus Kristus Sang Penyembuh.” Ungkapan iman ini akrab dengan kita. Sebegitu akrabnya, sehingga kita abai merenungkannya secara mendalam. Malahan, kita cenderung membatasi karya penyembuhan Yesus itu hanya pada kesembuhan fisik. Padahal, karya penyembuhan Yesus bersifat holistik.
“Efata!” seru Yesus dengan menengadah ke langit setelah ia memasukan jarinya ke telinga, serta meludah dan meraba lidah orang yang tuli dan bisu. Orang yang tuli dan bisu itu pun sembuh. Dalam cerita sebelumnya, Yesus juga menyembuhkan anak dari seorang perempuan Siro-Fenesia. Perempuan berkebangsaan Yunani itu adalah bagian dari bangsa asing atau kafir. Demikian label yang diberikan terhadap orang non-Israel, di kala itu. Karena itulah, perempuan Siro-Fenesia itu diibaratkan seperti anjing. Namun, stigma tersebut tidak membuat ia mundur. Ia percaya Yesus bisa menyembuhkan anaknya. Sebab, Yesus datang bukan untuk kelompok tertentu saja, tetapi bagi semua orang. Yesus membuka sekat-sekat diskriminasi.
Efata! Yesus tidak hanya membuka sumbatan jasmani yang membuat telinga tuli dan mulut bisu, tetapi menghapus stigma dan membuka tembok-tembok pembatas yang memisahkan manusia. Ia menyembuhkan penyakit-penyakit sosial dan mengaruniakan kesembuhan holistik. Karena itu, sembari menengadah ke langit, kepada Tuhan Yesus Kristus, gereja juga mesti memandang sesama manusia dan melayani secara utuh. [Pdt. Hariman A. Pattianakotta]
REFLEKSI:
Melayani secara holistik adalah cara terbaik menyaksikan iman akan Yesus Kristus sebagai sang penyembuh dan penerobos batas.
Ayat Pendukung: Ams. 22:1-2, 8-9, 22-23; Mzm. 125; Yak. 2:1-10, (11-13), 14-17; Mrk. 7:24-37
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.