Dengan apik penulis Injil Markus menuliskan sebuah keterangan bahwa seruan pertobatan Yohanes Pembaptis justru disampaikan di tengah padang gurun Yudea, bukan dari bait Allah yang selama ini menjadi pusat kehidupan spiritual orang-orang Yahudi. Tentu pada saat itu seruan Yohanes Pembaptis suatu hal yang baru dan mengejutkan banyak orang, meski sebenarnya hal ini sudah dinubuatkan oleh Yesaya (ay. 3).
Hadirnya suara pertobatan dari padang gurun menjadi simbol tersendiri bagi umat Tuhan. Padang gurun merupakan tempat yang identik dengan keganasan dan kekacauan pun turut terlibat dalam karya penyelamatan Allah. Dan menariknya dalam kitab Kejadian Allah juga berkarya di dalam kekacauan, tohu wabohu… adalah kata Ibrani yang diterjemahkan dengan “belum terbentuk dan kosong” suatu gambaran tentang lingkungan yang kacau balau dan gelap gulita. Lalu Allah bekerja, membereskan dan menata kekacauan sehingga kehidupan pun hadir melaluinya. Akhirnya apa yang berantakan itu menjadi lingkungan yang sungguh amat baik.
Demikian pula dengan hidup kita yang kacau balau dan gelap karena pandemi pun dibarui oleh Roh Kudus dan Kristus. Melalui baptisan Yesus, kita melihat Allah yang tidak bertahta di atas penderitaan, bukan pula Allah yang hadir di balik penderitaan, namun Allah yang hadir dalam penderitaan manusia. Sehingga dalam kondisi yang kacau sekalipun kita tetap dapat menata kehidupan melalui karya Kristus dan Roh Kudus yang hadir bersama kita. Dari tohu wabohu menjadi lingkungan yang terang dan sungguh amat baik untuk hidup kita bersama. Amin.
ana
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.