Gigih Menghampiri

Gigih Menghampiri

Belum ada komentar 45 Views

Apa rasanya ditolak? Tentu bagi sebagian orang, penolakan bukanlah hal yang menyenangkan, bahkan menyakitkan. Terlebih, ketika kita telah dengan kerendahan hati meminta dan memohon, namun tidak ditanggapi dengan baik, bahkan tidak digubris sama sekali. Jika itu yang terjadi kepada kita, apakah kita akan marah? Atau berbalik untuk menjauh?

Penolakan dialami oleh seorang perempuan Kanaan yang mengharapkan Yesus untuk menyembuhkan puterinya yang kerasukan setan dan menderita. Alih-alih langsung menolong perempuan ini, Yesus justru mengabaikannya dan melakukan serangkaian perlakuan yang tidak menyenangkan bagi kita pembaca saat ini. Bayangkan saja, pertama, perempuan itu berseru lantang kepada Yesus, memanggil-Nya dengan sebutan Tuhan, Anak Daud, memohon belas kasihan, namun Yesus mengabaikan. Setelahnya, perempuan itu terus berteriak, dan Yesus menolak dengan alasan bahwa Ia diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel. Dan terakhir, perempuan itu sampai bersujud dekat Yesus dan menyembah-Nya, namun Yesus justru mengatakan perumpamaan ketidakpatutan melemparkan roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.

Bagi kita, itu nampak kasar dan serupa dengan sebuah penghinaan kepada seorang ibu yang datang memohon pertolongan. Namun, jika kita berada pada konteks saat itu, pengabaian yang Yesus lakukan adalah hal yang wajar. Orang Yahudi pada saat itu menghindari kontak dengan orang bukan Yahudi, dan seorang pria Yahudi tidak selayaknya berdialog dengan perempuan yang bukan istri atau keluarganya. Yesus melakukan apa yang orang Yahudi pada umumnya lakukan pada saat itu.

Namun yang mungkin mengganjal pikiran kita adalah, mengapa Yesus menolak permohonan perempuan itu? Apakah benar anugerah Allah hanya bagi orang Israel saja?

Dalam tradisi Yahudi, dan pemahaman mereka mengenai Mesias, mereka menganggap bahwa anugerah Allah hanya berlaku bagi orang Israel saja. Orang Israel adalah keturunan Yakub, dan Yakub adalah anak Ishak sekaligus pewaris perjanjian Abraham. Dan kepada Abraham lah, Allah mengikat perjanjian yang kekal (Kej 12:1-3). Dengan sejarah itulah, orang Israel memegang teguh pemahaman bahwa mereka adalah umat Allah. Namun, umat Allah yang sejati bukanlah Israel Utara yang kemudian Allah ijinkan dihancurkan oleh Asyur, juga bukan Yehuda yang berada di Selatan yang Tuhan buang ke Babel karena kejahatan serta pemberontakan mereka kepada Allah. Umat Allah yang sejati adalah mereka yang beriman teguh kepada Dia, bersandar dan bergantung hanya kepada-Nya. Masih ingat Naaman? Ia bukanlah orang Israel (2 Raj 5:17), atau juga janda di Sarfat, ia pun bukan orang Israel (Luk 4:26), namun Tuhan memanggil mereka serta menjadikan mereka Umat-Nya.

Yesus memang nampak mengabaikan perempuan ini, namun bukan berarti Ia membuangnya. Lihatlah bagaimana Ia mengubah pikiran-Nya dari yang sebelumnya menggunakan analogi anjing, kemudian berubah menjadi sebuah pujian atas iman perempuan ini. Tak sebatas pujian, anak perempuan itupun sembuh seketika.

Pernahkah Saudara merasa ditolak, atau diabaikan oleh Tuhan? Seberapa gigih dan rendah hati Saudara datang terus menghampiri-Nya? Atau pengabaian itu membuat Saudara kecewa dan berpaing dari-Nya serta mencari ‘allah’ lain yang lebih menjanjikan untuk disembah?

Mari kita renungkan, Tuhan Yesus memberkati kita. Amin.

ASC

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Khotbah Minggu
  • DIA ADA saat kita merespon
    Lukas 3:1-6
    Semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan (Lukas 3:6) Akhir-akhir ini orang semakin suka melihat tayangan singkat di...
  • DIA ADA Saat Kita Menanti
    Lukas 21:25-36
    Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu (Luk 21:36a). Akhir-akhir...
  • Rayakan Yesus
    Yohanes 18:33-37
    Hari raya Kristus Raja adalah perayaan yang ditetapkan oleh gereja Katolik Roma pada tahun 1925 oleh Paus Pius XI....