Cara Berbeda Karena Persepsi
Baptisan yang dilakukan orang Kristen adalah baptisan menurut Beda cara yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis. Namun demikian, terdapat beragam cara baptisan yang dilakukan, antara lain diselam (ditenggelamkan ke dalam air), sekadar dipercik (dibasahi kepalanya dengan sedikit air di tangan pendeta), maupun yang dicurahi (diguyur air dari sebuah wadah). Masing-masing punya alasan dalam memilih metode baptisnya.
Yang diselam mengklaim sebagai simbolisasi yang tepat dari arti baptisan itu sendiri, yakni ‘mati dan dikuburkan’ bersama Kristus dalam kematian-Nya, kemudian juga ‘dibangkitkan’ bersama Kristus melalui kebangkitan-Nya. Tidak ada masalah dengan pemaknaan itu sampai ketika yang diselam melakukan klaim bahwa baptis selamlah yang benar sedang baptis percik/curah kurang sempurna.
Celakanya lagi, para pelaksana baptis percik yang dituduh kurang sempurna, bukannya melakukan pembelaan, melainkan malah menyampaikan pembenaran sambil memohon permakluman dengan berujar: “Memang cara baptisan yang asli itu selam sih, bukan percik/curah, tapi yang penting ‘kan maknanya.” Klaim itu makin mendapatkan kekuatan dan legitimasinya, sehingga persepsi tentang baptis selam dan baptis percik memperoleh kedudukannya masing-masing melalui pembenaran pengakuan tadi. Namun, benarkah demikian?
Ayat Persepsi Rujukan
9 Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. 10 Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. (i_TB: Markus 1:9-10). Rupanya kata-kata ‘keluar dari air’ di ayat inilah yang ditafsirkan dan dipakai sebagai dasar untuk memahami cara pembaptisan Yesus oleh Yohanes pada waktu itu. Keluar dari air ditafsirkan sebagai keluar atau bangkit dari [dalam] air. Dengan demikian, berarti tubuh hingga kepala Yesus baru saja masuk ke dalam air dan sekarang muncul ke permukaan kembali. Dan itu bisa diartikan bahwa Yesus diselamkan oleh Yohanes pada waktu pembaptisan-Nya.
Tinjauan Bahasa Asli
Namun bila kita cermati bahasa aslinya, kata-kata yang digunakan adalah … απο του υδατος , apo tou hydatos… yang artinya naik dari air. Naik dari air diartikan sebagai meninggalkan atau menjauh dari air (menuju daratan). Naik dari sungai menuju pinggirannya. Jadi kalimat itu tidak menyiratkan sama sekali cara Yesus dibaptiskan oleh Yohanes. Tidak cukup berdasar untuk menjadikannya argumen bahwa Yesus dibaptis dengan cara diselamkan.
Jika dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Yesus bangkit/keluar dari dalam air (dalam proses pembaptisan Nya), maka dalam bahasa aslinya akan lebih tepat bila digunakan kalimat … εκ του υδατος, ek tou hydatos … yang bisa diartikan sebagai bangkit/ muncul/ keluar dari (dalam) air.
Kata apo (απο) yang artinya ‘menjauh dari…’ atau meninggalkan (away/from), lawan katanya adalah pros (προς) yang artinya adalah menuju (towards) atau ‘mendekat kepada…’ Jadi penggunaan kata apo dan pros menunjuk pada suatu arti terjadinya perubahan jarak dan posisi sebuah subjek terhadap objeknya. Sedang kata ek (εκ) yang artinya ‘keluar dari dalam…’ (out of) lawan katanya adalah eis (εις) ‘masuk ke dalam….’ (into). Penggunaannya menunjuk pada sebuah arti keberadaan sebuah subjek pada objeknya. Tidak terjadi perpindahan tempat, hanya posisinya saja yang berubah, bukan berpindah. Yang tadinya seluruh eksistensinya berada di dalam, tapi kemudian sebagian anggota tubuhnya keluar dari dalam objek tadi. Namun demikian, posisi subjek terhadap objeknya tetap tidak berubah. Berada pada posisi dan kedudukan yang sama. Tetap di tempat bersatu dengan objeknya.
Dengan memahami perbedaan penggunaan kata-kata tersebut untuk menjelaskan keberadaan Yesus setelah proses pembaptisan-Nya, maka dapat disimpulkan bahwa kata-kata dalam ayat tadi tidaklah menjelaskan cara Yesus dibaptiskan oleh Yohanes, tapi lebih menunjuk pada saat kapan Yesus melihat langit terbuka dan Roh Allah yang mewujud seperti burung merpati turun ke atas-Nya.
Simbolisasi Baptisan
Kembali kepada cara baptisan, cara mana sebenarnya yang dilakukan oleh Yohanes kepada Yesus? Pelaku baptis selam akan bertahan bahwa baptisan selayaknya diselamkan, karena kata baptis sendiri berasal dari kata baptizo yang berakar kata bapto yang mempunyai arti membersihkan, membawa objek ke air, dimasukkan ke dalam air. Seperti halnya Naaman yang diminta membersihkan dirinya di sungai Yordan dengan cara membenamkan dirinya sebanyak tujuh kali ke dalam sungai Yordan, demikianlah bapto (diselam) dalam Perjanjian Baru juga diberi arti ‘mati dan dikuburkan’ bersama Kristus dalam kematian-Nya, kemudian juga ‘dibangkitkan’ bersama Kristus melalui kebangkitan-Nya.
Namun ternyata kata bapto bukanlah kata yang ‘single meaning’, melainkan ‘multi-meaning’. Kata bapto tidak saja berarti membawa objek ke air (selam), tapi juga bisa berarti membawa air ke objek (percik/curah). Hanya karena kata rantizo-lah yang biasa digunakan untuk membahasakan percik/curah, maka tidaklah berarti bahwa baptisan (yang benar) haruslah berarti selam. Sebab kata selam juga menggunakan kata dupto, sehingga kata bapto tidak otomatis pasti berarti selam.
Sedangkan simbolisasi yang dianggap tepat dari arti baptis selam, yakni ‘mati dan dikuburkan’ bersama Kristus dalam kematian-Nya, kemudian juga ‘dibangkitkan’ bersama Kristus melalui kebangkitan-Nya, kemungkinan dikarenakan para pro-baptisan selam membayangkan Tuhan Yesus dikuburkan dengan cara dimasukkan ke dalam tanah dan ditimbun. Dengan kata lain, waktu dikubur, Tuhan Yesus berada di bawah permukaan tanah sama dengan orang yang menyelam yang berada di bawah permukaan air. Benarkah demikian?
Ternyata, mayat Tuhan Yesus tidak dikubur di dalam tanah, tetapi diletakkan/dibaringkan di atas permukaan tanah/batu. Yang jelas, sebelum dan setelah Tuhan Yesus bangkit, posisi-Nya tetap berada di atas permukaan tanah. Lalu, bagian mana yang sesuai dengan baptisan selam? Kalau Tuhan Yesus dikuburkan sesuai dengan tatacara orang Indonesia menguburkan mayat, itu baru sesuai! Ketika orang diselamkan, itu menggambarkan Tuhan Yesus dimasukkan ke dalam tanah, dan ketika orang itu muncul dari dalam air menggambarkan ketika Tuhan Yesus bangkit dari kubur. Namun sekali lagi Tuhan Yesus tidak dikubur dengan cara seperti itu, dengan demikian baptisan secara selam tidak dapat dipakai sebagai simbol dikuburkan dan dibangkitkan bersama Kristus.
Kitab Didache (The Teaching of the Twelve Apostles) yang sudah ada sejak abad ke-2 (ch. 7) memerintahkan baptisan, setelah pengajaran katekisasi, dengan kata-kata ini: ‘Baptislah dalam nama dari Bapa, dan dari Anak, dan dari Roh Kudus di/ dalam air hidup (mengalir). Namun jika engkau tak punya air hidup, baptislah ke dalam air yang lain; dan jika engkau tidak bisa dalam air dingin, maka dalam air panas. Namun jika engkau tak punya yang manapun, tuangkanlah air ke atas kepala tiga kali, dalam nama dari Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Mat 28:19) – ‘History of the Christian Church’, vol II, hlm. 247.
Penjelasan ini masih sering membuat ragu serta rendah diri para pelaku baptis percik dengan tetap memberikan pembenaran cara baptis selam dengan mengatakan: “Iyaa kan? Percik baru bisa dilakukan setelah segala kondisi tidak memungkinkan, pertama-tama memang seharusnya selam. Namun sekali lagi yang penting kan maknanya.” Di mana ada kata selam di sana? Yang ada adalah air mengalir. Ini bukan soal pernyataan rendah hati atau permohonan pemakluman, tapi pernyataan yang punya implikasi merusak yang luar biasa. Sebab dengan mengatakan (memaklumi) begitu, secara tidak sadar ia menyampaikan (pengakuan) bahwa cara baptisan (percik) yang dilakukan GKI dan gereja tradisional lain adalah keliru.
Cara Baptisan Yohanes Pembaptis
Cara baptisan Yesus oleh Yohanes dan praktik baptisan gereja mula-mula adalah percik/curah, bukan selam. Cara tersebut justru mencerminkan makna baptisan yang sesungguhnya.
Matius 3:16 – “Sesudah dibaptis, Yesus segera menjauh dari air (apo) [Yesus berpindah dari daerah berair (sungai) ke daratan] dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Jika ingin membicarakan simbolisasi yang tepat tentang bagaimana baptisan itu adalah proses membersihkan diri dengan cara beroleh curahan kasih, berkat, dan pengampunan dari Allah, maka baptisan percik/curah adalah simbolisasi yang sangat tepat. Air yang dicurahkan Yohanes Pembaptis (dari atas ke bawah) mengadegankan Roh Kudus turun dan dicurahkan (dari atas ke bawah).
Cara Yohanes Pembaptis membaptis juga mengingatkan orang Yahudi pada nubuat para nabi tentang apa yang akan dilakukan oleh Mesias.
– Yehezkiel 36:25-27 – Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih … Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu … Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu …
– Yoel 2:28 – Kemudian daripada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia.
– Yesaya 32:15 – Sampai dicurahkan kepada kita Roh dari atas: Maka padang gurun akan menjadi kebun buah-buahan, dan kebun buah buahan itu akan dianggap hutan.
– Yesaya 44:3 – Sebab Aku akan mencurahkan air ke atas tanah yang haus, dan hujan lebat ke atas tempat yang kering. Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas keturunanmu dan berkat-Ku ke atas anak cucumu.
Jadi pencurahan air dari atas ke bawah (pada baptis percik) menjadi simbol pencurahan Roh Kudus yang membarui.
Bukti-bukti Lain
Hal-hal lain yang juga menjadi bukti bahwa baptisan Yohanes yang dilakukan kepada Yesus adalah baptis percik/curah adalah lukisan-lukisan dari gereja mula-mula yang ditemukan dan dilestarikan hingga kini, terutama yang dinyatakan sebagai ikon-ikon Gereja Orthodoks. Tidak ada satu pun gambar yang menunjukkan Yesus dibaptis dengan cara diselam. Semua gambar jelas menunjuk kepada praktik baptis percik/curah. Bahkan di hampir semua gambar itu juga tampil Roh Allah yang seperti burung merpati tercurah/ mencurahkan berkat yang dari atas.
Ketidakmungkinan Baptis Selam
Setelah menguraikan secara gamblang pemahaman, kesesuaian makna, gambaran apa yang akan dilakukan oleh Mesias menurut nubuat para nabi, serta bukti-bukti otentik bahwa baptisan Yohanes dan baptisan gereja mula-mula adalah baptis percik/ curah, berikut akan ditunjukkan ketidakmungkinan baptisan dilakukan secara selam, kecuali dengan percik/ curah.
Yohanes 1:26 Yohanes menjawab mereka, katanya: “Aku membaptis dengan air;… “ Kalimat ‘membaptis dengan air’ menunjukkan bahwa air adalah sarana untuk pembaptisan. Sedangkan jika benar bahwa baptisan dilakukan dengan selam, maka air bukan sekadar sarana, melainkan juga tempat untuk menyelamkan orang yang dibaptis, sehingga kata di depan kata air seharusnya bukan kata ‘dengan’ tetapi ‘di dalam’ sehingga seharusnya kalimatnya berbunyi ‘membaptis di dalam air’. Jadi jelaslah, dengan adanya kalimat ‘membaptis dengan air’ (baptisan juga bisa dilaksanakan dengan debu dan darah binatang) menunjukkan bahwa pembaptisan tidak mungkin dilakukan dengan cara diselamkan dalam air, tetapi bisa dilakukan dengan mencurahkan air, mengoleskan air, atau memercikkan air pada orang yang dibaptis. Sekali lagi dalam peristiwa baptisan, air adalah alat, bukan tempat baptisan dilangsungkan.
Luk 3:21, 22 … dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa,… jelas sekali dinyatakan bahwa pada saat dibaptis, Tuhan Yesus dalam keadaan sedang berdoa (tidak sama dengan orang orang Yahudi, Tuhan Yesus tidak mengaku dosa, karena memang tidak pernah berbuat dosa). Jika Tuhan Yesus dibaptis secara selam, pertanyaannya adalah: bagaimana mungkin dapat dilihat bahwa Tuhan Yesus berdoa di dalam air? Untuk menyatakan bahwa orang orang dibaptis sambil menyatakan dosanya (berbarengan), dalam bahasa aslinya Matius menggunakan kata exomologeo, yang berarti berkata-kata sesuatu kepada orang lain. Jadi pastilah tidak di dalam air. Yang sangat mungkin adalah pada saat pembaptisan, Tuhan Yesus dalam sikap berdoa dan Yohanes mencurahkan/ mengolesi/ memercikkan air ke Tuhan Yesus.
Kisah Rasul 2:41 Pada saat baptisan jemaat pertama, ada kira kira tiga ribu orang yang dibaptis dalam waktu sehari dan di tengah kota. Jika baptis harus dilakukan dengan cara diselam, maka mereka harus membuat kolam dan mencari air yang sangat banyak sehingga cukup untuk menyelamkam 3000 ribu orang. Namun bukan seperti itu yang terjadi. Pada saat 3000 orang itu menerima perkataan Rasul Petrus, mereka langsung dibaptis. Dan dalam hal ini, yang sangat mungkin adalah baptisan dengan curah/percik, karena untuk membaptis 3000 orang dengan cara curah/percik tidak diperlukan air yang sangat banyak, cukuplah seember air sehingga mereka tidak perlu pergi ke tempat lain.
Kisah Rasul 9:18 – Saulus atau Paulus dibaptis oleh Ananias di dalam rumah milik Yudas dari Tarsus. Setelah dibaptis Saulus makan (karena tiga hari tidak makan/minum). Kesimpulannya adalah bahwa pada saat dibaptis, Saulus tidak ke mana-mana. Ia tetap berada di tempat di mana Ananias menumpangkan tangan ke atasnya, sehingga tidak mungkin Saulus dibaptis secara selam. Kalau Saulus dibaptis secara selam, maka Saulus dan Ananias harus keluar ruangan untuk mencari kolam yang besar atau ke luar kota untuk mencari sungai! Namun hal itu tidak dilakukan! Jadi, pastilah Saulus dibaptis bukan dengan cara diselamkan! Demikian juga baptisan keluarga Kornelius, baptisan keluarga Kepala Penjara, dan sebagainya, semuanya terjadi di dalam rumah. Jadi hampir mustahil bila dilakukan secara selam, mengingat pada zaman itu rumah rumah tidak dilengkapi dengan kolam yang besar!
1 Korintus 10:2 (Mengenai ‘baptisan’ orang Israel di Perjanjian Lama) – Untuk menjadi pengikut Musa mereka semua telah dibaptis (baptizo) dalam awan dan dalam laut. Apakah ketika bangsa Israel keluar dari Mesir mereka menyelam ke dalam awan dan ke dalam laut? Tidak bukan? Yang terjadi adalah kemungkinan mereka terkena curahan air dari awan (gerimis/ hujan) dan juga percikan air laut karena tiupan angin keras. Yang jelas pada waktu itu orang Israel tidak tenggelam/menyelam di dalam air laut dan di dalam awan, sebaliknya justru orang Mesir-lah yang dipaksa menyelam di dalam air laut!
Yohanes Pembaptis maupun Rasul Petrus mengaitkan baptisan air dengan baptisan Roh Kudus. Baptisan air dimaksudkan sebagai tanda yang kelihatan dari karya Roh Kudus (yang tidak kelihatan) pada orang-orang percaya. Dalam baptisan Roh Kudus jelaslah bahwa Roh Kudus selalu digambarkan sebagai turun (dicurahkan) dan seperti lidah api yang hinggap pada masing-masing orang percaya. Apakah baptisan selam dapat melambangkan baptisan Roh Kudus tersebut? Jelas tidak! Karena orang-orang tersebut tidak masuk ke dalam Roh Kudus, dan mereka tidak berada di dalam nyala api! Justru baptisan curah/perciklah yang secara tepat digunakan sebagai lambang dari baptisan Roh Kudus. Ketika dalam baptisan curah/percik, air dicurahkan (turun) ke atas kepala orang percaya, dan bukankah tetesan air itu bentuknya mirip seperti lidah api?
Poin-poin di atas membuktikan bahwa sesungguhnya baptisan percik/ curah adalah cara baptisan yang telah dipraktikkan sejak semula, baik pada Perjanjian Lama, zaman Yohanes Pembaptis dan Tuhan Yesus, zaman gereja mula-mula, bahkan hingga kini. Baptisan percik/curah merupakan cara/bentuk yang lebih tepat dan masuk akal serta sesuai dengan penggambaran Alkitab.•
| SUJARWO
————————————————–
Diolah dari khotbah pengajaran Pdt. Joas Adiprasetya dan tulisan kristenberea tentang baptisan, serta beberapa sumber lainnya.
1 Comment
Heppy Yoyada
Agustus 13, 2024 - 10:16 amSangat termotivasi