TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. (Mzm. 23:1)
Konon, pada tahun 1963, Bung Karno, menghadiri perayaan Natal Nasional di Jakarta. Sang Proklamator itu diminta untuk menyampaikan sambutannya. “Spanduk di depan saya tertulis, Yesus adalah Gembala yang Baik. Itu salah! Itu keliru!”
Kita dapat membayangkan reaksi orang-orang Kristen yang sedang merayakan Natal hari itu. Bisa saja kaget, terperanjat atau marah. Namun, mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Diam seribu basa! Setelah hening beberapa detik, Bung Karno melanjutkan pidatonya, “Yang benar begini: sesungguhnya Yesus adalah Gembala Yang Terbaik!” Para hadirin pun berteriak riuh rendah dan memberikan standing applause. Sambutan Bung Karno belum berakhir. Ia melanjutkan, “Kita semua yang hadir di sini ditantang … sudahkah kalian menjadi domba-domba terbaik-Nya?”
Banyak orang Kristen hafal di luar kepala, baik ayat maupun berbagai versi nyanyian Mazmur 23, “TUHAN, Gembalaku yang baik!” Kita kagum mempunyai TUHAN yang begitu luar biasa mengasihi dan memelihara kita. Namun, sering kali kita melupakan satu hal, seperti yang ditantang oleh Bung Karno, “Sudahkah kalian menjadi domba-domba terbaik-Nya?” Apa kriteria domba yang baik itu? Tidak lain mendengar suara Sang Gembala, tongkat dan gada-Nya menjadi penghiburan serta tidak mudah putus asa atau kecewa ketika melewati lembah kelam. Sudahkah ciri itu ada pada kita sebagai kawanan domba gembalaan-Nya? [Pdt. Nanang]
REFLEKSI:
Ketika kita menyatakan TUHAN sebagai Gembala yang baik, maka berusahalah menjadi domba yang baik.
Ayat Pendukung: Mzm. 23; 1Sam. 15:22-31; Ef. 5:1-9
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.