Ut omnes unum sint, supaya mereka semua menjadi satu. Demikian doa Yesus bagi para murid-Nya pada masa itu, namun juga bagi semua orang percaya di segala abad, yaitu “orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka” (ay. 20). Doa Yesus ini tidak sembarangan, sebab Ia memanjatkannya kepada Sang Bapa dengan sebuah pemahaman, bahwa kesatuan gereja itu landasannya tak lain adalah kesatuan Trinitaris itu sendiri, “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita” (ay. 21).
Jadi, gereja harus bersatu karena gereja berada di dalam kesatuan Bapa dan Anak dalam kuasa Roh Kudus. Mengingkari kesatuan gereja sama halnya dengan mengingkari kesatuan Allah Trinitas. Itu berarti, sekalipun dalam kenyataannya kita masih terus memperjuangkan wujud kesatuan gereja itu, kita harus mulai dari sebuah pengakuan bahwa memang gereja sudah satu.
Akan tetapi, di pihak lain, kesatuan gereja tidak boleh kita pahami sebagai keseragaman. Unity tidak sama, bahkan berlawanan, dengan uniformity. Kesatuan gereja juga tidak berarti penghilangan keunikan masing-masing anggota. Sebab sama seperti tiga Pribadi ilahi—Bapa, Anak, dan Roh Kudus—yang berbeda satu sama lain, demikianlah gereja-gereja merayakan perbedaan dan keunikannya masing-masing.
Oleh karena itu, mulai sekarang mari kita memandang kemajemukan gereja secara tepat. Miliki kepedihan setiap kali menyaksikan perpecahan gereja. Miliki kegembiraan untuk merayakan kemajemukan gereja. Miliki pengharapan bahwa kelak seluruh gereja sungguh-sungguh dipersatukan secara utuh. Ut omnes unum sint …
ja
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.