Dalam hidup ini kita mengenal bentuk-bentuk otoritas. Anak mengenal otoritas orang tua. Karyawan mengenal otoritas atasan. Otoritas yang diterima dengan rasa hormat akan menghasilkan relasi penghargaan. Ketika sang pemilik otoritas merangkul dengan cinta kasih maka tidak akan terjadi tindakan otoriter yang membawa relasi dalam tekanan dan ketakutan tanpa kemerdekaan.
Allah adalah pihak yang memiliki otoritas tertinggi dalam hidup kita. Ia dapat berbuat apa pun dan berkuasa atas apa pun. Tidak ada kekuasaan lain yang dapat membatasi kekuasaan Allah. Allah sebagai pihak yang berkuasa justru menyatakan otoritasnya dengan penuh kasih, penghargaan dan penerimaan, tanpa paksaan. Dalam otoritas-Nya setiap jiwa mengalami kemerdekaan penuh.
Yesus, sang Anak tertunduk kepada otoritas sang Bapa bukan dengan rasa takut dan tidak berdaya. Yesus tertunduk dan memilih sikap taat penuh kepada Bapa karena begitu besar kasih-Nya kepada sang Bapa yang menyatukan-Nya menjadi pribadi yang tak terpisahkan. Pada peristiwa baptisan Yesus, sang Bapa menyatakan kasih, penghargaan dan kepercayaan-Nya kepada Anak ; Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan. Maka dengan cinta, Yesus mempersembahkan hidup-Nya untuk taat kepada kehendak Bapa.
Dalam otoritas Allah, kita pun diundang untuk memiliki sikap taat. Taat pada kehendak Allah dengan rasa cinta, hormat dan kagum, yang membawa seluruh hidup kita tunduk pada rancangan baik Allah. Ketaatan karena cinta dan hormat akan mendorong kita untuk terus memperjuangkan yang terbaik bagi kemuliaan nama Allah seperti yang telah diteladankan Anak kepada kita. Yesus yang dikasihi dan diperkenan Allah dan Ia mengasihi dan memperkenankan kita sebagai rekan sekerja-Nya. Marilah kita tertunduk kepada-Nya dalam kasih untuk melakukan kehendak-Nya dalam kesetiaan dan ketekunan.
dva
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.