Keluarga yang Hidup  dalam Sabda Allah

Keluarga yang Hidup dalam Sabda Allah

Belum ada komentar 2743 Views

Keluarga adalah komunitas paling kecil, paling intim dan mendasar dalam hidup manusia. Melalui keluarga, pada umumnya seseorang mengecap cinta dan kasih sayang untuk pertama kali. Melalui keluarga pula seseorang belajar untuk menerima dan membagikan cinta kasih dan berkat kepada orang lain.

Keluarga merupakan komunitas yang paling baik bagi anak-anak untuk memperoleh keteladanan hidup dan pengenalan akan Tuhan. Namun jika mau berterus terang, betapa memilukan hati kita jika mengingat realita keluarga-keluarga di Indonesia. Dari data bulan Agustus lalu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa perceraian di tanah air sudah mencapai 354.000 kasus, atau melewati angka 10 persen dari peristiwa pernikahan setiap tahunnya. Permasalahan keluarga dan kasus perceraian dialami oleh semua kalangan: kaya/miskin, orang kota/desa, orang-orang non Kristen/Kristen. Di bawah satu janji, nasihat dan berkat dalam ibadah pernikahan: “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:6), toh tetap saja pada akhirnya bahtera rumah tangga seorang Kristen bisa kandas di perjalanan. Betapa rentan dan rapuhnya fondasi iman keluarga-keluarga Kristen saat ini.

Lantas, ketika kita merenungkan panggilan setiap pengikut Kristus (sebagai pribadi atau pun keluarga) untuk menjadi berkat bagi sesama pada bulan keluarga ini, bagaimanakah cara mewujudkannya? Boro-boro menjadi berkat untuk orang/keluarga lain, merasakan berkat di tengah keluarga sendiri saja sulit. Mengecap cinta dan kehangatan dalam rumah tangga saja merupakan hal yang langka diperoleh. Saya yakin, tidak sedikit keluarga yang gagal bertahan adalah keluarga yang memiliki wawasan dan bekal pendidikan yang baik. Secara teori mungkin memahami upaya-upaya yang dapat dilakukan secara manusiawi untuk mewujudkan keluarga yang baik. Tapi toh gagal juga mempertahankan rumah tangganya. Karena itu syukur pada Tuhan, dalam bulan keluarga ini kita diberi tema: “Keluarga yang Hidup dalam Sabda Allah” yang mengingatkan kita untuk meletakkan Firman Allah sebagai fondasi utama dalam kehidupan keluarga.

Mazmur 128:1-6 mengatakan demikian:

1Nyanyian ziarah. Berbahagialah setiap orang yang takut akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! 2Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! 3Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! 4Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan Tuhan. 5Kiranya Tuhan memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu, 6dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel!

Ada hal yang menarik dalam ungkapan pemazmur ini. Dikatakan bahwa orang yang takut akan Tuhan, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya (Firman Tuhan), berbahagia dan baik keadaannya! Isterinya akan seperti pohon anggur yang subur (seorang ahli menafsirkan buah sebagai keturunan, tapi juga buah kebajikan, kebenaran dan kebijakan pengelolaan rumah tangga). Anak-anaknya seperti tunas pohon zaitun di sekeliling meja (lambang kesukaan dan kesejahteraan yang memenuhi keluarga). Dan yang istimewa dari ungkapan ini terdapat dalam ayat 5 dan 6, yaitu bahwa berkat yang Tuhan berikan dari Sion (tempat peribadahan dan perjumpaan umat Israel dengan Tuhan) itu akan meluas bagi Yerusalem (menjadi berkat bagi kota) dan menjadi damai sejahtera bagi Israel (bagi seluruh suku bangsa).

Kita teringat akan peribahasa yang kira-kira berbunyi demikian: “Jika engkau hendak mengubah dunia, ubahlah dahulu negaramu, ubah dahulu keluargamu, dan ubah dahulu dirimu sendiri.” Perubahan selalu bermula dari lingkup terkecil. Begitu pula pemazmur menyampaikan bahwa orang yang hidup menurut jalan Tuhan, akan mendatangkan berkat Tuhan atas keluarganya. Dan berkat tersebut juga akan memberikan berkat pula kepada lingkungan yang lebih luas, yang ada di sekitarnya.

Dua contoh nyata menunjukkan bagaimana peran pendidikan dan keteladanan dalam keluarga untuk mengikut Tuhan, memberi dampak besar bagi generasi yang mendatang. Yang pertama, keluarga Imam Eli. Imam Eli adalah imam yang berhasil berperan sebagai hakim Israel selama 40 tahun (1 Sam 4:18). Namun imam Eli tampaknya tidak mempersiapkan kerohanian anak-anaknya untuk hidup sungguh-sungguh dalam Tuhan. Hofni dan Pinehas menjadi penerus kepemimpinan imam, namun kedua anak itu disebut sebagai orang-orang dursila yang tidak menghormati Tuhan. Mereka begitu tamak dan rakus, sehingga lemak yang seharusnya merupakan korban untuk Tuhan pun dijarah (1 Samuel 2:12-17). Pada akhirnya jalan hidup Hofni dan Pinehas adalah kebinasaan (ayat 23-25). Berbeda dengan itu, contoh yang kedua adalah Hana dan Elkana sebagai orangtua Samuel. Sejak semula, Hana dan Elkana sudah berkomitmen untuk menyerahkan Samuel guna melayani Tuhan. Kehidupan Elkana dikatakan makin diberkati Tuhan (ayat 20-21) dan kehidupan Samuel kecil makin disukai baik oleh Tuhan maupun manusia. (ayat 26).

Dalam tantangan zaman sekarang, makin banyak alasan bagi setiap keluarga untuk tidak mengutamakan firman Tuhan sebagai fondasi hidup. Nilai-nilai logis maupun normatif dari berbagai sumber seperti analisis para ahli, masukan dari para konsultan, pesan para motivator sukses, sering kali dianggap cukup untuk menjalani kehidupan berkeluarga. Tetapi untuk menjadi keluarga yang diberkati dan menyalurkan berkat bagi orang lain, kita harus mengakui bahwa kita tidak mampu menjalani bahtera rumah tangga dengan kekuatan manusia. Kita perlu pertolongan Tuhan. Kita perlu menjadikan Firman Tuhan sebagai pelita kehidupan rumah tangga.

Bagaimana cara yang paling konkret? Bangunlah kebudayaan perenungan firman dan doa bersama dalam keluarga. Saling berbagi pengalaman hidup dan penghayatan terhadap Firman Tuhan. Sebagai orang yang lebih tua, tunjukkanlah penghayatan Firman tersebut melalui cara hidup kita dalam berbagai perkara dan keputusan. Dan janganlah sungkan untuk menunjukkan kasih dan kehangatan sebagai penghayatan akan Firman tersebut. Percayalah, itu akan membekas dan berdampak pada kehidupan orang-orang di sekitar Anda. Penghayatan Firman melalui keteladanan hidup memiliki kekuatan lebih besar daripada sekadar ribuan kata yang kita hendak sampaikan pada orang lain. Rindu untuk tinggal dalam berkat-Nya, menjadi berhasil dan menjadi berkat bagi sesama? Hiduplah dalam Firman Tuhan.

Mazmur 1:1-3
Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, 2tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. 3Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

GURATAN Pamentasing pragolaesa

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...