Dalam bacaan Injil minggu ini, Yesus menutup perumpamaan-Nya perihal oran-orang upahan di kebun anggur dengan sebuah kalimat yang menohok, “Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir” (ay. 16). Kalimat itu untuk menunjukkan sikap sang tuan yang memberikan upah yang sama baik kepada mereka yang datang terdahulu maupun yang datang belakangan. Ketika mereka yang datang terdahulu mengajukan protes, sang tuan mengatakan bahwa keputusannya adil, sebab memang upah sedinar itu yang menjadi kesepakatan awal; bahwa ia juga memberikan upah dengan jumlah yang sama kepada mereka yang datang belakangan, hal tersebut muncul dari kebebasannya.
Ternyata, kalimat yang kurang lebih sama muncul satu pasal sebelumnya, “Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu” (Mat. 19:30). Kali ini, konteksnya adalah jawaban Yesus kepada Petrus, yang menanyakan upah apa yang bakal diterimanya karena ia sudah meninggalkan segala-sesuatu dan mengikuti Yesus. Sang Guru menjawab bahwa tentu para murid akan dipermuliakan, namun sangat mungkin orang lain yang mengikuti Yesus belakangan juga akan dipermuliakan.
Kedua ayat yang mirip ini, sekalipun muncul dari dua perikop yang berbeda, menampilkan sikap Yesus yang sama. Apa sebenarnya yang hendak disampaikan melalui kedua ayat ini? Yang pertama, kita harus memastikan bahwa Yesus tidak sedang berbicara akan adanya semacam hierarki di dalam Kerajaan Allah, seolah ada yang lebih utama daripada yang lain. Tidak. Kerajaan Allah adalah kehidupan yang setara dengan Allah sebagai Raja dan semua orang menjadi sahabat dan saudara. Jadi, kedua ayat ini tidak boleh ditafsirkan sebagai dasar memahami adanya jenjang hierarkis di dalam Kerajaan Allah. Kedua, secara khusus teks-teks ini sesungguhnya ingin mengajukan kritik tajam terhadap orang-orang Yahudi yang kerap merasa diri paling berhak menikmati Kerajaan Allah. Bahkan, jika pun ada oran non-Yahudi, mereka harus berada di bawah mereka. Yesus jelas menolak pandangan semacam ini. Orang-orang Yahudi (yang datang terdahulu) tetap dicintai Allah. Namun, Allah juga mencintai secara sama orang-orang non-Yahudi (yang datang terkemudian). Allah memang mengasihi para murid perdana yang berani mengambil risiko mengikuti Kristus (yang datang terdahulu). Namun, dengan kasih yang sama Allah memperhatikan orang-orang lain yang mungkin tidak masuk ke dalam hitungan di mata para murid (yang datang terkemudian).
Jadi, pesannya sederhana saja. Bersyukurlah atas cinta Allah dalam hidup Anda. Namun, jangan merasa bahwa Allah hanya mencintaimu. Apalagi, jangan berduka, jika ternyata Allah mencintai orang lain sama besarnya dengan cinta yang kauperoleh. Cinta dan rahmat-Nya sungguh tak terbatas …
ja
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.