“Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
(Pengkhotbah 3:11b)
Mengeluh tentang apa yang kita alami dalam hidup ini adalah hal yang biasa terjadi, baik disengaja maupun tidak. Kadang-kadang terpikir oleh kita bahwa segala sesuatu terasa tidak adil, hidup orang-orang lain rasanya lebih beruntung dan lebih baik. Mereka memilliki semua hal yang tidak kita miliki. Acap kali kita membanding-bandingkan hidup kita dengan mereka, lalu akhirnya kita menyalahkan mereka dan bahkan Tuhan atas berbagai penderitaan atau permasalahan yang kita alami.
Kala kita mempunyai waktu untuk merenung, timbul kesadaran sementara bahwa semua yang ada di dunia ini memiliki fungsi atau kegunaan. Tapi, kata-kata ini terasa seperti sampah ketika kita menghadapi masalah. Kita tidak dapat mengerti, sebenarnya apakah fungsi dan kegunaan masalah? Di mata kita, masalah sering kali dipandang tidak ada manfaatnya sama sekali, malahan menyebalkan dan berpotensi menghancurkan masa depan hidup kita.
Kekecewaan, keluhan, kekhawatiran dan bahkan keputusasaan selalu membayangi kehidupan yang penuh misteri ini, sebab tidak ada seorang pun yang dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir, sampai seseorang menyadari benar akan hal ini.
Seorang ibu yang pekerjaan sehari-harinya membuat tempe, suatu hari tertimpa sakit. Dalam keadaan lemah, si ibu tetap berupaya membuat tempe. Ketika tiba saatnya ia berangkat ke pasar untuk menjual tempe, ternyata tempe buatannya belum jadi juga. Ia lalu mulai berdoa, “Tuhan nyatakan kuasa-Mu dan ubahlah kedelaiku ini menjadi tempe yang bisa kujual.” Ketika ia selesai berdoa dan membuka matanya, ternyata kedelai itu belum juga menjadi tempe, karena itu ia berdoa lagi, “Tuhan aku tahu Engkau akan mengubah kedelaiku menjadi tempe pada saat aku berjalan ke pasar.” Setiba di pasar, ia membuka salah satu bungkus tempenya dan ternyata belum juga menjadi tempe. Dengan perasaan kecewa si ibu mulai mengeluh, “Tuhan mengapa Engkau tidak mengubah kedelaiku ini menjadi tempe yang bisa kujual, apakah Engkau tidak peduli denganku?”
Si ibu mulai galau dan kecemasan mulai menguasi dirinya. Ia melihat para pedagang di samping kiri kanannya mulai bersiap untuk pulang karena jualan mereka sudah habis terjual, sedangkan dagangannya belum laku sama sekali. Dengan rasa kecewa, akhirnya ia mulai berkemas untuk meninggalkan tempat itu, ketika tiba-tiba ia mendengar seorang ibu dengan suara serak berteriak mencari pedagang tempe yang menjual tempe yang belum jadi untuk dikirim ke luar kota. Saat itulah tempe si ibu yang belum jadi itu, diborong oleh pembeli tadi. Si ibu pun tersungkur mohon ampun kepada Tuhan dan bersyukur atas peristiwa ajaib yang sungguh di luar dugaannya itu.
Seperti kisah di atas, suatu hari kita mungkin pernah berdoa untuk sesuatu yang kita inginkan dan harapkan, tapi ternyata apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan yang kita doakan. Kecewa? Marah? Inilah reaksi spontan yang biasa terjadi dalam hidup kita. Namun dengan kesadaran bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menyelami pekerjaan Tuhan, akan memberi kita kesabaran untuk merespons atas peristiwa apa pun dalam hidup kita dengan tenang.
Pada awal saya memulai pelayanan di Jakarta, rasanya setiap hari sungguh-sungguh melelahkan, bukan karena tugas pelayanan yang diberikan, melainkan karena harus bergumul menghadapi fakta di jalan yang selalu saja macet, macet dan macet.
Reaksi awal menghadapi fakta ini, bingung, marah, kecewa dan bahkan merasa salah memilih pelayanan di Jakarta. Namun ketika saya menyadari kembali bahwa rancangan Tuhan tidak pernah salah, saya mulai mencoba mencari solusi atau jalan keluar dari kondisi yang melelahkan ini. Sederhana sekali, yaitu mengubah respons atau tanggapan saya terhadap masalah tersebut dengan bangun lebih pagi, ketika keadaan masih sepi. Tindakan sederhana ini ternyata memberikan dampak yang luar biasa dalam menyelesaikan tugas pelayanan ini.
Respons kita dalam menyelesaikan suatu masalah itu penting. Jika kita mengharapkan hasil yang baik, maka kita juga harus berani memilih respons yang baik. Bukankah ini suatu tindakan iman, yaitu percaya bahwa segala sesuatu ada di dalam rancangan Tuhan, sehingga kita yakin bahwa apa pun yang sedang terjadi dalam kehidupan kita adalah hal yang baik.
Jujur, harus diakui bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui rancangan Tuhan dalam hidupnya. Semua kelihatannya ruwet dan rumit. Sama seperti ketika melihat seorang ibu yang sedang menyulam sehelai kain. Yang tampak dari bawah hanyalah benang-benang yang semrawut dan ruwet, sampai ia menjelaskan bahwa di bagian atas benang-benang itu sudah ada gambar yang direncanakan, ada polanya, dan ia hanya mengikutinya. Sekarang, dengan melihatnya dari atas, kita dapat melihat keindahan sulaman yang dikerjakannya.
Bukankah ini yang kita lakukan bertahun-tahun, yaitu melihat benang yang ruwet dan selalu bertanya, “Tuhan, apa sebenarnya yang sedang Kaulakukan?” Dia menjawab, “Aku sedang menyulam kehidupanmu.” Dan kita membantahnya, “Tetapi tampaknya hidup ini ruwet, benang-benangnya banyak yang hitam, mengapa tidak semuanya memakai warna yang cerah?”
Kemudian Tuhan menjawab, “Anakku, kamu teruskan pekerjaanmu, dan Aku juga menyelesaikan pekerjaan-Ku di bumi ini. Suatu saat nanti Aku akan memanggilmu ke surga dan mendudukkanmu di pangkuan-Ku dan kamu akan melihat rencana-Ku yang indah dari sisi-Ku.”
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. (Yer. 29:11)
We can’t see the whole picture He’s painting, all we see is the part where those “good for nothing” hurt us. But time will tell, somehow all those “Torture”, all those agony has a purpose.
Kita memang tidak akan pernah mampu melihat gambaran besar yang sedang dibuat oleh-Nya. Sering kali yang bisa kita lihat hanyalah hal-hal yang telah menyakiti kita. Namun waktu akan menunjukkan bahwa segala penderitaan itu memiliki sebuah tujuan yang baik.
Gambaran besar yang penuh dengan misteri dan teka-teki ini pun sedang dialami oleh bangsa kita, dengan situasi ketidakpastian dalam pemilihan presiden dan wakil presiden yang baru. Untunglah dalam situasi yang menegangkan ini, masyarakat Indonesia tetap tenang menunggu hasil keputusan akhir Mahkamah Konstitusi. Pada hari Kamis tanggal 21 Agustus 2014 ditetapkanlah presiden dan wakil presiden yang baru, pasangan Jokowi—JK. Dalam gonjang-ganjing inilah masyarakat Indonesia dituntut untuk belajar bersabar dan memberikan ruang bagi Allah untuk berkarya dan memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Siapa pun yang terpilih itulah yang dikehendaki Tuhan dan karena itu marilah kita terus mendoakan para pemimpin terpilih bangsa kita bagi kesejahteraan Indonesia (1 Timotius 2:1-4).
Ketenangan amat dibutuhkan dalam merespons segala hal yang kita hadapi dalam kehidupan ini, karena justru dalam dunia yang hiruk-pikuk dan sewaktu-waktu dilanda ketegangan inilah kita perlu menyediakan tempat yang tenang, memberikan ruang pada Tuhan untuk berkarya. Di tempat tenang ini Allah bersemayam dan bersabda kepada kita, “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah !” (Mazmur 46:11). Dari tempat yang penuh ketenangan ini pula kita dapat berbicara dengan daya yang menyembuhkan kepada orang-orang yang kita jumpai pada hari-hari kita yang sibuk. Tanpa ruang yang tenang ini, kita akan mudah menjadi galau dan pusing. Kita menjadi orang yang tidak punya pegangan, pergi ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas. Sebaliknya kalau kita menyediakan ruang yang tenang di mana Allah bersemayam, maka Dia akan menuntun kita dalam hati dan pikirkan kita, katakan dan kerjakan.
Selamat merenung. Tuhan memberkati.
Pdt. Tumpal Tobing
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.