Lalu berkatalah Musa kepada mereka: “Inilah yang dimaksudkan TUHAN: Besok adalah hari perhentian penuh, sabat yang kudus bagi TUHAN; …” Lalu beristirahatlah bangsa itu pada hari ketujuh. (Kel. 16:23, 30)
Sifat rakus bisa menggoda manusia. Ingin mendapat lebih; ingin memperoleh banyak; merasa tidak pernah puas; selalu merasa kurang. Hal ini bisa terjadi karena manusia tidak menggantungkan hidupnya pada Allah. Bagaimana dengan Anda?
Sebagian umat Israel menjadi rakus karena mereka tidak percaya pada pemeliharaan Allah, padahal Allah selalu menolong mereka. Buktinya, setiap hari keenam, Allah memenuhi kebutuhan mereka untuk dua hari. Tujuannya agar mereka tidak usah mengumpulkan manna pada hari Sabat. Mereka harus merayakan Sabat dengan beristirahat pada hari ketujuh. Mereka harus patuh pada perintah Allah: berhenti mengumpulkan makanan dan beristirahat pada hari ketujuh. Hari ketujuh itu adalah Sabat untuk Tuhan. Umat yang tidak sanggup beristirahat pada hari Sabat adalah umat yang memiliki sifat rakus dan meragukan pemeliharaan Allah. Allah menuntut umat Israel taat kepada hukum-Nya.
Kita pun diingatkan untuk selalu menaati perintah Allah; mengutamakan Allah di atas kebutuhan materi. Tidak ada yang harus ditakutkan soal makan dan minum kita, jika kita berhenti sejenak memberi ruang beribadah kepada-Nya. Allah setia memelihara orang yang taat dan yakin kepada-Nya. Karena itu, belajarlah menerima segala berkat Tuhan dengan ucapan syukur. Tidak perlu ragu akan hari besok. Belajar merasa cukup. Saat lebih, belajar berbagi. Dengan demikian kita tidak akan menjadi manusia yang rakus. [Pdt. Norita Yudiet Tompah]
REFLEKSI:
Allah memberi ruang beristirahat agar kita semakin taat dan menghayati pemeliharaan-Nya, serta mensyukuri setiap berkat-Nya.
Ayat Pendukung: Mzm. 105:1-6, 37-45; Kel. 16:22-30; Mat. 19:23-30
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.