Praktik Keagamaan yang Koruptif

Belum ada komentar 59 Views

Korupsi adalah praktik yang menguntungkan diri sendiri dengan cara memanipulasi secara negatif sebuah hal. Memang, di Indonesia, terminologi korupsi dikenal karena adanya Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun sesungguhnya, praktik ini bisa terjadi di segala aspek kehidupan dan dapat bermetamorfosis menjadi banyak kegiatan. Kita kenal korupsi uang, waktu, dan bahkan kebijakan.

Dalam dunia keagamaan pun terjadi praktik korupsi. Dalam kisah yang diceritakan kitab Mikha, para nabi, melakukan manipulasi terhadap Firman Allah dan praktik keagamaan demi mencari kepentingan sendiri. Mereka tidak mengajarkan Firman untuk kepentingan Allah dan kebaikan umat, melainkan hanya untuk perut mereka sendiri. Mereka berbicara tentang Tuhan, tetapi tidak mempercayai-Nya. Mereka berbicara tentang damai, tetapi mereka akan memerangi setiap orang yang tidak mendukung ‘perut’ mereka. Akibatnya, umat disesatkan. Mereka untung sesaat, tetapi kehancuran nilai kehidupan umat Allah mendatangkan kerugian yang sangat besar. Yerusalem akan menjadi timbunan puing. Gunung Bait Suci akan menjadi bukit yang berhutan.

Kisah ini dapat menjadi alat orang beriman bercermin melihat praktik keagamaannya maupun yang terjadi dalam masyakat. Allah berfirman bahwa umat percaya melayani bukan untuk diri sendiri, tetapi sebagai wujud syukur atas pelayanan Allah dalam hidup dan untuk kebaikan sesama. Apakah ia sungguh melakukannya? Apakah ia melayani di rumah Allah agar orang lain mengelu-elukannya? Selain itu, GKI mengenal sistem kolektif-kolegial (kesetaraan dan kebersamaan dalam pelayanan). Apakah ada pelayan Allah dan para pegiat di rumah Allah merasa lebih hebat dari yang lain untuk meningkatkan citra diri sendiri serta kemudian memandang rendah sesama umat di keluarga Allah?

Bersikap kritis sangat diperlukan. Kritis ke dalam seperti halnya kritis ke luar. Kritis ke dalam artinya bercermin. Adakah perilaku-perilaku keagamaan dan pelayanan kita, umat Allah yang tidak membawa kebaikan, tetapi kejatuhan, ketidakbahagiaan, hilangnya damai, dan segala hal baik dari Allah dalam diri sesama manusia? Apakah perilaku keagamaan kita dikuasai oleh nafsu menguasai, kesombongan, iri hati, dan pementingan diri sendiri? Mari bercermin agar peribadahan (baik dalam ibadah maupun dalam kehidupan gereja lainnya) yang kita kerjakan berkenan di hadapan Tuhan dan mendatangkan kebaikan bagi sesama. Merdekakanlah sesama dalam kebenaran dan kebaikan seperti kita dimerdekakan oleh Allah melalui Yesus Kristus.

Pertanyaan-pertanyaan yang sama juga diperlukan untuk membangun pelayanan bersama dengan sesama. Kritislah terhadap sesama yang mulai menjauh dari Allah, yang tidak menghidupi kasih-Nya, yang melupakan bahwa kita telah diselamatkan. Kritislah dalam kasih untuk mengajaknya keluar dari tindakan keagamaan yang koruptif. Tindakan keagamaan yang benar melahirkan HTPP (Hidup, Terbuka, Partisipatif, dan Peduli) asli, bukan palsu. Apa yang ada di hati akan meluap dalam ke-HTPP-an. Selamat beragama dalam kebenaran dan kebaikan!

BA

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Khotbah Minggu
  • DIA ADA saat kita merespon
    Lukas 3:1-6
    Semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan (Lukas 3:6) Akhir-akhir ini orang semakin suka melihat tayangan singkat di...
  • DIA ADA Saat Kita Menanti
    Lukas 21:25-36
    Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu (Luk 21:36a). Akhir-akhir...
  • Rayakan Yesus
    Yohanes 18:33-37
    Hari raya Kristus Raja adalah perayaan yang ditetapkan oleh gereja Katolik Roma pada tahun 1925 oleh Paus Pius XI....