Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. (2Kor. 4:16)
Setiap makhluk hidup akan menghadapi kondisi menua, termasuk manusia. Kondisi menua tak dapat ditolak, meski dapat ditunda. Penuaan berkaitan dengan penurunan fungsi metabolisme tubuh, kekuatan fisik dan kemampuan daya ingat. Ada banyak orang yang tidak siap menghadapi kondisi ini sehingga akhirnya menjadi depresi.
Tidak demikian Rasul Paulus. Ia belajar berdamai dengan kondisi yang disebutnya sebagai kemerosotan manusia lahiriah ini. Tekanan dan aniaya yang dialaminya makin memperberat kondisi lahiriahnya. Meski demikian, Paulus tetap memiliki harapan karena apa yang disebutnya sebagai “manusia batiniah” justru makin dibarui dari sehari ke sehari. Apa arti manusia batiniah yang dibarui? Kita bisa memahaminya sebagai pengalaman iman yang terus disegarkan atau hikmat yang terus ditambahkan. Demikian pula damai sejahtera yang melampaui segala akal yang terus dialami oleh orang yang melekat pada Kristus.
Bagaimana agar kita dapat bersikap seperti Paulus? Kuncinya adalah kesediaan menanggalkan yang lama. Yaitu, semua hal dan nilai yang selama ini telah mengikat kita, yang kita anggap adalah segalanya, dan tanpanya kita merasa tidak dapat hidup. Segala sesuatu di dunia ini adalah fana. Namun, yang fana tak selalu berarti sia-sia ketika yang fana itu direngkuh oleh kehidupan dari Allah. Berada di dalam Allah, itulah yang menjadikan segalanya berharga. [Pdt. Lindawati Mismanto]
REFLEKSI:
Saat kita menanggalkan kehidupan yang lama, kita akan menemukan kehidupan yang baru, yang jauh lebih berharga.
Ayat Pendukung: Mzm. 32; Yos. 4:1-13; 2Kor. 4:16-5:5
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.