Dan Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya ….
(Kel. 33:11)
Sepuluh orang anak muda makan bersama di restoran. Mereka memesan berbagai menu. Ketika hendak memesan lauk-pauk, salah seorang (sebut saja si A) berkata, “Saya mau makan seafood yang banyak!” Salah seorang teman lainnya menanggapi, “Jangan memesan seafood dalam jumlah banyak! Sebab, si B alergi seafood.” Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kedekatan relasi. Kedekatan menghasilkan pengenalan.
Allah dan Musa berbicara muka dengan muka selayaknya sepasang sahabat. Mengapa Musa menemukan sukacita dengan Allah? Tentu saja bukan karena Musa sempurna, penuh karunia dan berkuasa. Tetapi, karena Allah memilih Musa dan Musa bergantung kepada Allah dengan sepenuh hati. Musa bergantung pada arahan Allah dan hikmat Allah. Persahabatan dengan Allah adalah hak istimewa bagi Musa. Hal seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh orang Yahudi biasa. Tetapi, zaman sekarang, setiap orang bisa seperti Musa, sebab kita hidup dalam masa di mana Allah telah menyatakan dirinya di dalam Yesus Kristus. Yesus sendiri menyebut kita sahabat (Yoh. 15:15). Apakah kita mau memiliki relasi yang dekat dan dalam dengan Tuhan?
Sedekat apa hubungan kita dengan Tuhan? Edmund Chan (pendeta dan pendiri Global Alliance of Disciple-Making Churches) mengatakan bahwa tugas pertama kita bukanlah melakukan sesuatu bagi Sang Raja, melainkan duduk diam bersama Sang Raja. [Pdt. Indra Kurniadi Tjandra]
DOA:
Tuhan, aku ingin bisa bergaul karib dengan-Mu.
Ayat Pendukung: Mzm. 78:17-20, 52-55; Kel. 33:7-23; Kis. 7:30-34
Bahan: Wasiat, renungan keluarga
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.