Respon Elisabet ketika berjumpa dengan Maria cukup menarik, ia berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu..” Kedua orang bersaudara ini telah mengalami jamahan Tuhan, mujizat Tuhan. Lho, bukankah Elisabet juga perempuan yang terberkati karena ia mengandung seorang anak yang kelak akan membuka jalan bagi Sang Juruselamat? Anak yang dikandungnya menjadi seorang nabi yang besar. Kenapa Elisabet bisa memberikan pengakuan seperti itu kepada Maria? Karena Elisabet punya kerendahan hati.
Kerendahan hati tidak akan menghalangi kita untuk melihat orang lain “lebih beruntung” dari kita. Kerendahan hati tidak akan menahan kita untuk memberikan pengakuan kepada orang lain bahwa keberadaan mereka menjadi berkat bagi kita; kita merasa terberkati karena kehadiran dan keberadaan mereka. Darimanakah kerendahan hati Elisabet ini? Kerendahan hati Elisabet muncul karena dirinya dipenuhi oleh Roh Kudus. Mengapa ia dipenuhi oleh Roh Kudus? Karena salam yang diberikan oleh Maria (Luk.1:41). Lalu “salam” apakah yang disampaikan oleh Maria sehingga sebegitu istimewanya? Tidak dijelaskan secara eksplisit dalam teks alkitab, namun dalam tradisi Yahudi, salam yang diberikan mestinya adalah salam yang “biasa” yaitu: shalom (=damai sejahtera; yang sering kita ucapkan juga, bukan?!)
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang membuat istimewa bukan salamnya tetapi “Siapa” yang memberi salam dan “Bagaimana” salam itu disampaikan. Maria diliputi oleh sukacita akan keberadaannya yang terberkati (Luk.1:28, 35). Maria pun dipenuhi oleh Roh Kudus. Ada ketulusan dan passion yang kuat dalam diri Maria ketika berjumpa dengan Elisabet saat memberi salam itu. Bagaimana dengan kita?
Apakah kita masih tidak rela jika orang lain kelihatan “lebih diberkati” dari kita?
Malukah kita bila kita saling memberikan pengakuan kepada saudara-saudara kita, sesama kita, bahwa keberadaan mereka membawa berkat bagi kita?
Adakah ketulusan dan passion dalam diri kita ketika bertemu dengan sesama kita?
Marilah kita senantiasa memohon pimpinan dan penyertaan Roh Kudus dalam diri kita sehingga dalam relasi dan persekutuan kita dengan sesama, kita dapat meneladani Elisabet dan Maria.
HK
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.