Saya selalu takjub memandang lukisan foto yang dihasilkan oleh seorang pelukis yang piawai. Entah ia dilukis dengan melihat sebuah pasfoto, entah dengan langsung menatap modelnya, hasilnya sungguh luar biasa. Begitu mirip dan indah. Namun yang lebih mengherankan adalah menyaksikan bagaimana sang pelukis bekerja.
Entah itu di kaki lima Malioboro Yogya, di Pasar Seni Ancol Jakarta, maupun di bilangan Montmartre Paris, mata sang pelukis selalu tertuju kepada pasfoto atau sang model. Kemudian diterjemahkannya apa yang dilihatnya dengan kuas ke atas kanvas. Dan setiap kali sang pelukis menghunjamkan pandangnya pada pasfoto atau sang model, lalu meneliti karyanya, mengoreksinya bila dibutuhkan, atau melanjutkan pekerjaannya. Sang pelukis berusaha sebaik-baiknya untuk menyalin “yang asli” ke atas media lukisannya. Tak boleh ia sekali pun melepaskan fokus pandangnya dari “yang asli” guna menghasilkan karya yang semirip mungkin dengan “yang asli”.
Seorang percaya, yang harus melakukan perjalanannya di dunia yang penuh dengan rawa-paya ini, juga mesti berjalan dengan mata yang tertuju kepada Yesus. Tak boleh sekali pun ia melepaskan pandangnya dari Yesus, agar ia dapat “melukis” karya penyelamatan, kepedulian dan cinta Yesus pada “kanvas” yang dikehendaki-Nya, yaitu hidupnya seutuhnya. Jelas bukan sesuatu yang gampang untuk dilakukan.
Syukur Tuhan senantiasa berkenan hadir di depan kita, sebagaimana yang kita alami hari ini, ketika kita merayakan sakramen Perjamuan Kudus. Mari, jangan biarkan mata kita melihat kepada Yesus, tetapi pandang kita tidak tertuju kepada-Nya.
PWS
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.