Kata-Nya lagi, ” Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tidak ada nabi yang diterima di kampung halamannya. (Lukas 4:24)
Tidak semua dari kita benar-benar mengenal warga yang tinggal di sekitar rumah kita. Kadangkala kita baru mengenal tetangga, setelah bertemu di suatu acara. “Loh, rumah kita ternyata satu komplek, ya!” Mungkin kita sering mengalami momen tersebut.
Kehadiran Yesus memang fenomenal pada masanya dan bagi orang-orang yang menyaksikan-Nya. Fenomenal sebab baik perkataan maupun perbuatan Yesus kerap tidak biasa atau bahkan bertentangan dengan kebiasaan saat itu. Pada ayat 22 juga tertulis: “… dan mereka heran perkataan penuh rahmat yang diucapkan-Nya….” Hal ini juga yang membuat sekelompok orang tidak menyukai-Nya, bahkan marah kepada-Nya (ay. 28). Itulah sebab Yesus mengatakan bahwa nabi sulit diterima di kampung halamannya sendiri. Perkataan ini menunjuk pada diri-Nya yang saat itu sedang berada di Nazareth. Kemudian Yesus mengambil contoh Elia yang justru menyembuhkan janda di Sarfat dan Elisa yang menyembuhkan Naaman di Siria. Hal ini menegaskan bahwa pelayanan Yesus justru menjangkau tempat dan orang-orang yang tidak terjangkau. Penolakan yang diterima Yesus di kampung halamannya tidak menjadi hambatan bagi-Nya untuk berkarya lebih luas.
Pernahkah kita merasa tidak nyaman saat berada di lingkungan terdekat, misalnya di tengah keluarga maupun dalam lingkup pertemanan? Mungkin ada momen di mana kita justru merasa asing di kampung halaman sendiri. Kisah ini mengingatkan bahwa jika kita belum diterima di kampung halaman sendiri, kita tidak perlu merasa minder atau patah semangat, sebab mungkin Allah sedang menyiapkan kita untuk berkarya di lingkup yang lebih luas lagi. [Pdt. Yosafat Simatupang]
DOA:
Ya Bapa, kiranya kami tetap bersemangat untuk berkarya, walaupun kami tidak disukai oleh orang-orang terdekat kami. Amin.
Ayat Pendukung: 1 Raj. 17:8-16; Mzm. 56; 1 Kor. 2:6-16
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.