Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! (Mzm. 128:1)
Orang berhikmat tidak identik dengan orang yang memiliki gelar kesarjanaan. Titel bukan jaminan. Orang berhikmat pun tidak ditakar dari segi usia, seakan-akan semakin tua semakin berhikmat. Tidak! Orang yang takut Tuhan adalah orang yang berhikmat. “Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat,” kata Amsal.
Pemazmur dalam nyanyian ziarah, lebih jauh menyatakan bahwa orang yang takut TUHAN adalah orang yang berbahagia. Bahagia bukan karena harta atau takhta, tetapi karena Tuhan yang disegani dan diikuti jalan-jalan-Nya. Mengikuti jalan-jalan Tuhan ini sama dengan membuka berkat-berkat yang akan turun dari langit-Nya. Tak perlu dikejar-kejar. Sebab, berkat-berkat itu selalu ada di jalan-jalan-Nya. Hasil jerih payah di jalan Tuhan itu tidak sia-sia. Kebutuhan hidup tercukupi. Keluarga hidup dengan rukun dan damai. Istri seperti pohon anggur, dan anak-anak seperti pohon zaitun. Manis dan harum sekali kehidupan orang-orang berhikmat atau mereka yang takut akan Tuhan. Umur panjang pun menjadi bagian mereka.
Jika kita ingin menikmati berkat-berkat itu, maka kita harus berpaut pada sang sumber berkat dan mengikuti jalan-jalan-Nya. Firman-Nya direnungkan, kehendak-Nya dilakukan. Bayangkan jika perangai pasangan dan anak kita manis dan harum seperti anggur dan zaitun. Alamak! Kehidupan keluarga menjadi begitu indah. Kita pun menjadi orang-orang dan keluarga yang berbahagia karena kita takut dan mengikuti Tuhan. [Pdt. Hariman A. Pattianakotta]
REFLEKSI:
Rumus bahagia itu sederhana. Hasrat dan sikap egois kitalah yang menjauhkannya. Asal turut jalan-Nya, kita bahagia selamanya!
Ayat Pendukung: Mzm. 128; Pkh. 5:1-20; Yoh. 8:21-38
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.