“Yerusalem, Yerusalem, yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadanya! Berkali-kali Aku ingin mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya….” (Lukas 13:34)
Ada kisah tentang sebuah rumah yang terbakar, dan penghuninya menemukan seekor induk ayam yang hangus terbakar. Ternyata di bawah sayapnya terdapat anak-anak ayam yang selamat. Induk ayam tersebut rela mati demi anak- anaknya. Kristus pun bagaikan induk ayam yang mengasihi dan mengumpulkan anak-anaknya yang tercerai-berai.
Penyebutan diri-Nya sebagai “induk ayam” menggambarkan diri Kristus secara feminine, di tengah banyaknya gambaran tentang Tuhan yang cenderung bersifat maskulin. Gambaran tentang Allah memang seharusnya melampaui batasan gender. la adalah Allah Trinitas sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Hakikat diri Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8, 16). Bapa mengasihi Anak dan Roh Kudus, dan sebaliknya sehingga menjadi kasih perikhoresis, yaitu yang saling mendiami, tetapi tidak tercampur. Itu sebabnya Allah mampu mengasihi realitas ciptaan di luar diri-Nya. Di dalam Kristus, yaitu melalui salib, Allah mengasihi manusia dengan mengurbankan diri-Nya.
Setiap orangtua adalah induk yang melindungi dan menjaga keselamatan anak-anaknya. Kebutuhan akan kasih, pendidikan, dan pembentukan kepribadian perlu dipenuhi. Anak-anak yang kita asuh harus diajar untuk berlindung dalam naungan kasih Kristus. Janganlah mengutamakan prestasi duniawi sehingga mengabaikan pendidikan iman agar anak-anak dapat bertumbuh dan melayani Kristus dengan segenap hati. [Pdt. Yohanes Bambang Mulyono]
DOA:
Ya Kristus, berilah kami hati-Mu agar mampu mendidik dan mengasuh anak-anak kami untuk bersandar dalam naungan sayap-Mu. Amin.
Ayat Pendukung: Yes. 66:7-11; Mzm. 80:1-7; Luk. 13:31-35
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.