“Sungguh, beginilah firman TUHAN: telah kami dengar jerit kegentaran, kedahsyatan dan tidak ada damai.” (Yer. 30:5)
Romo Y.B. Mangunwijaya dalam bukunya Ragawidya menjelaskan makna dari tindakan mendengarkan. Yakni, mendiamkan suara pikiran dan keinginan diri sendiri dan membuka hati untuk menangkap suara pikiran dan keinginan orang lain. Dalam tindakan mendengarkan, kita memberikan hati dan pikiran kita bagi suara dan harapan orang lain.
Nabi Yeremia menyampaikan berita pengharapan bagi umat Israel yang sedang menjalani hukuman atas ketidaksetiaan mereka kepada Tuhan. Israel melakukan banyak kesalahan dan dosa mereka besar (Yer. 30:14-15). Namun, Tuhan menyatakan janji pemulihan karena Ia mendengarkan suara kesakitan umat Israel. Firman Tuhan melalui Nabi Yeremia, “Sungguh, beginilah firman TUHAN: telah kami dengar jerit kegentaran, kedahsyatan dan tidak ada damai” (Yer. 30:5). Tuhan membuka hati-Nya dan menangkap suara dan jerit kegentaran umat Israel yang menjalani hukuman akibat dari dosa dan kesalahan mereka. Tuhan memberikan pengampunan dan berjanji akan memulihkan keadaan mereka.
Allah mau mendengarkan suara ciptaan-Nya. Karena itu, kita pun seharusnya memberikan diri untuk mendengarkan suara orang lain. Kita mendiamkan keinginan dan kehendak yang ada pada diri kita dan membuka hati untuk suara dan harapan orang lain. Dengan tindakan mendengarkan, relasi cinta kasih menjadi nyata. [Pdt. Hendri M. Sendjaja]
REFLEKSI:
Jika Allah mau mendengarkan kita, mengapa kita tidak mau mendengarkan keluh kesah sesama kita?
Ayat Pendukung: Mzm. 117; Yer. 30:1-17; Why. 21:5-27
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.