Alih-alih menghendaki hal buruk (kematian) terjadi kepada orang berdosa, Allah lebih berkenan agar pertobatan terjadi dalam hidup mereka (Yehezkiel 33:11).
Inilah sikap Allah terhadap pendosa: Allah ingin manusia hidup dalam kebenaran dan bukan dalam hukuman. Karena itu tema utama dalam seluruh Alkitab bukan Penghakiman melainkan Pengampunan. Keadilan Allah bukan keadilan versi kita yang hanya menginginkan hukuman bagi orang yang bersalah.
Allah senantiasa berbesar hati melalui pengampunan-Nya. Sungguh sikap yang amat mulia sekaligus amat sulit untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Bukankah ketika orang lain bersalah kepada kita, kita cenderung memilih ‘keadilan Allah’ versi kita? Betapa sering kita berlagak mengampuni dan dengan bangganya mengutip “pembalasan hanya milik Allah” tapi dengan situasi dendam kesumat di hati, sambil berharap orang yang kita benci mendapat kesulitan dalam hidupnya. Boro-boro merindukan pertobatan mereka, bahkan melihat mereka senang saja, kita tidak tahan.
Pengampunan itu harus berangkat dari diri kita sendiri, belajar mengampuni kesalahan yang kita lakukan, memberikan keberanian kepada kita untuk bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Keberanian untuk mengampuni kesalahan dalam diri kita sendiri, memberikan kemampuan untuk mampu mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita. Pengampunan itu lah yang akan memperdamaikan seorang kepada yang lain.
Jika Allah selalu ber besar hati untuk mengampuni, maka Ia pun menghendaki agar sebagai ‘orang percaya’, kita juga bersedia melakukan hal yang sama, bukan pertama-tama menghakimi, melainkan membuka diri untuk memberi pengampunan, agar seseorang kembali ke jalan Tuhan, sebab jika tidak demikian, Allah akan menuntut pertanggungan jawab kepada kita (Yehezkiel 33:8).
(tt)
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.