Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia’.’ (Mat. 16:23)
Memahami pikiran Allah adalah hal yang sulit. Setiap manusia adalah makhluk yang terbatas, tentu tak sanggup untuk benar- benar memahami pikiran Allah, Sang Pencipta. Bisa salah dan keliru. Bahkan, Daud pun mengakui, “Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!” (Mzm. 139:17).
Lalu, bagaimana dengan Petrus ketika ia “bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah” (ay. 23)? Bukankah wajar bahwa Petrus tak dapat memahami rencana Allah mengenai Mesias yang menderita? Mengapa ia sampai disebut “Iblis” oleh Tuhan Yesus? Sebab, persoalan pada Petrus bukan ia “tidak dapat” memikirkan pikiran Allah, melainkan ia “tidak mau”. Hal itu dapat terlihat dari ayat 21. Tuhan Yesus sebenarnya sudah mulai menyatakan kepada para murid tentang penderitaan yang harus la tanggung, sampai dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Tuhan Yesus sudah memberi tahu apa rencana (pikiran) Allah. Namun, Petrus tidak mau menerima rencana (pikiran) itu. Petrus memiliki pikiran sendiri. la menarik Tuhan Yesus ke samping dan berharap agar rencana Allah justru menjauh. Karena itu, pikiran Petrus perlu dienyahkan sehingga pikiran Allah dapat terlaksana.
Apa yang terjadi dengan Petrus, bisa terjadi juga pada kita: tidak mau menerima rencana Allah karena memiliki pikiran sendiri. Padahal, rencana itu sudah jelas Allah sampaikan kepada kita. Kita tinggal mengikuti dan percaya bahwa rencana itu baik adanya. [Pdt. Novita]
REFLEKSI:
Siap menerima apa pun rencana Allah akan membuat kita dapat memahami pikiran-Nya dengan jelas.
Ayat Pendukung: Yer. 15:15-21; Mzm. 26:1-8; Rm. 12:9-21; Mat. 16:21-28
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.