Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus…. (Rm. 7:4a)
“Tidak mau makan kalau tidak diingatkan ayang.” Tagline humor ini sempat menjadi perbincangan ramai di media sosial, khususnya bagi kalangan milenial. Di dalamnya termuat pesan ketergantungan pada orang lain untuk melakukan hal mendasar bagi kepentingannya sendiri, yakni makan. Namun, sikap seperti ini dalam realitanya masih ada yang memberlakukan. Sependek pengalaman pelayanan saya, ada jemaat yang memegang teguh model kebergantungan ini. Bahkan, ada nada patriarki yang kuat di sana. Jemaat tersebut hanya mau makan, bukan hanya jika diingatkan, tetapi harus diambilkan.
Sebagai rasul yang menguasai hukum agama Yahudi, Paulus mengajak jemaat di Roma untuk berubah. la menaruh perhatian kritis pada aturan kaku Taurat yang mematikan. Sudah saatnya agama keluar dari wajah muram yang penuh penghukuman. Iman kepada Kristus hendaknya dimaknai sebagai jalan yang memerdekakan. Hal ini tidak berarti hukum Taurat tak lagi diperlukan. Persoalannya terletak pada sikap hati yang diperbarui. Kekristenan dihayati bukan sebagai agama yang dipenuhi belenggu, melainkan jalan iman yang merdeka. Pengurbanan Kristus yang menyelamatkan sejatinya membebaskan manusia dari jerat dosa dan kematian.
Sebagai umat Kristus, kita diajak menebarkan spirit iman yang membebaskan. Hidup kekristenan dijalani dengan riang. Sehingga orang yang percaya kepada Kristus Sang Pembebas, mampu hidup menyebar inspirasi, pengampunan dan sukacita. [Pdt. Ayub Sektiyanto]
REFLEKSI:
Hidup yang telah dimerdekakan melalui pengurbanan Kristus, menuntun kita untuk menghadirkan kegembiraan dan pengampunan.
Ayat Pendukung: Mzm. 1145:8-14; Za. 1:1-6; Rm. 7:1-6
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.