Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem. (Luk. 9:51)
Ada saat ketika seseorang akan mengambil keputusan yang sangat penting ia harus teguh hati. Sebab, jika keraguan yang lebih kuat membayangi, ia dapat gagal mengambil keputusan yang tepat, baik, dan benar.
Akibat dari penolakan yang dialami-Nya, Yesus harus menghadapi kematian-Nya. Yesus tentu saja punya pilihan untuk menghindar dari kematian yang akan diterima-Nya. Bukan berarti Yesus tidak akan mati, tetapi Ia dapat menghindari kematian sebagai akibat dari penolakan para pemimpin agama. Namun, alih-alih menghindar dari semua ancaman itu, Yesus justru menghadapinya. Ia meneguhkan hati untuk pergi ke Yerusalem. Tempat di mana para pemimpin umat ada. Tempat di mana Ia sangat mungkin untuk ditangkap dan pada akhirnya dihukum mati. Mengapa Yesus harus meneguhkan hati? Sebab, Ia sadar betul akan apa yang bakal dihadapi-Nya. Ia tahu risiko yang harus dipikul-Nya. Teguh hati menjadikan Yesus tak bimbang sekalipun harus menghadapi bahaya besar.
Hidup sebagai orang Kristen adalah kehidupan yang penuh dengan risiko. Karena itu, ketika seseorang hendak mengikut Yesus, mereka harus teguh hati; mengetahui dengan baik dan benar semua risiko yang bakal mereka hadapi. Bukan berarti bersikap sok jago, melainkan siap untuk memikul salib; siap untuk menanggung setiap risiko yang akan dihadapi. Mari kita periksa diri masing-masing: Adakah kita sudah teguh hati? [Jan Calvin Pindo]
DOA:
Tuhan, terima kasih karena Engkau mengingatkan kami agar tetap berteguh hati dalam mengikut Yesus. Amin.
Ayat Pendukung: 2Raj. 2:1-2, 6-14; Mzm. 77: 2-3, 12-21; Gal. 5:1, 13-25; Luk. 9:51-62
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.