Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya …. (Yoh. 13:4)
Dalam salah satu cuitannya, budayawan Sujiwo Tedjo pernah menyatakan, “Kasihan adalah wujud lain dari kesombongan”. Contohnya, jika ada seorang kaya yang menolong seorang miskin atas dasar kasihan, menurut Sujiwo Tedjo, tindakan tersebut menandakan kalau si kaya merasa dirinya lebih mampu dan beruntung daripada si miskin. Orang yang diberi dianggap memiliki taraf kehidupan yang lebih rendah dari pemberi. Bukankah hal ini menjadi bibit kesombongan?
Refleksi yang mendalam dari Sujiwo Tedjo itu mengingatkan saya pada tindakan kasih yang dilakukan Yesus kepada murid- murid-Nya. Di malam terakhir menjelang penyaliban-Nya, Yesus membasuh kaki para murid. Pada masa itu, membasuh kaki adalah tindakan sehari-hari yang dilakukan oleh hamba untuk tuannya. Yesus mengambil peran sebagai hamba. Ia menanggalkan jubah-Nya, yang diartikan sebagai aksi Yesus menanggalkan status, kuasa dan kemampuan yang lebih tinggi dibanding para murid. Melalui tindakan ini, Yesus memberikan model (teladan) pada murid-murid-Nya.
Kasih Yesus bukanlah sekadar rasa kasihan; bukan karena Ia menganggap manusia lebih rendah dari diri-Nya. Model inilah yang menjadi perintah baru bagi manusia, yaitu saling mengasihi. Perintah saling mengasihi adalah perintah yang usang, tetapi menjadi baru karena teladan Yesus. Bersediakah kita mengasihi sesama bukan atas dasar kasihan? [Pdt. Hizkia Anugrah Gunawan]
DOA:
Ajar aku meneladani-Mu untuk mengasihi sesama, bukan atas dasar kasihan. Amin.
Ayat Pendukung: Kel. 12:1-4, (5-10), 11-14; Mzm. 116:1-2, 12-19; 1Kor. 11:23-26; Yoh. 13:1-17, 31b-35
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.