“Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Luk. 4:12)
“Jika Tuhan mengasihiku, mengapa aku mengalami sakit seperti ini?”, “Jika Tuhan benar-benar berkuasa, mengapa ia tidak meluputkan kami dari bencana ini?”, “Jika Tuhan Mahatahu, mengapa ia tidak meluputkan kekasih saya dari kecelakaan yang membawa maut ini?” Pertanyaan-pertanyaan di atas kerap muncul saat orang mengalami penderitaan. Kata “jika” ini yang menjadi persoalan. Mari kita perhatikan.
Saat mencobai Yesus, Iblis berulang kali berkata, “Jika Engkau Anak Allah.” Apakah Iblis tidak tahu jati diri Yesus? Pasti tahu. Lantas, mengapa Iblis seolah-olah tidak tahu dan hendak memastikan siapa Yesus? Sebab, Iblis sedang mencobai Yesus pada hal yang paling penting dalam hidupnya, yaitu pengakuan dan jati diri Yesus. Iblis mencobai Yesus untuk membuktikan jati diri-Nya melalui cara-cara yang ia kehendaki, termasuk mencobai Allah. Di saat seperti ini bukankah Yesus sedang dibawa untuk meragukan Allah; meragukan kuasa dan kasih-Nya?
Kita perlu waspada saat kita dicobai untuk meragukan kasih dan kuasa Allah. Kita perlu melekat pada keyakinan bahwa apa pun yang terjadi, tidak akan mengubah kenyataan bahwa kita adalah anak-anak Allah yang kekasih. Status kita sebagai anak-anak Allah tidak akan berubah, meskipun kita mengalami penderitaan. Penderitaan atau pencobaan justru meneguhkan jati diri kita sebagai orang-orang yang pantas memanggil Allah sebagai Bapa. Sebab, kita adalah anak-anak yang tangguh. [Pdt. Lindawati Mismanto]
REFLEKSI:
Setiap kali kita tergoda untuk meragukan Allah, mari kembali pada kebenaran bahwa kita adalah anak-anak Allah yang kekasih.
Ayat Pendukung: Ul. 26:1-11; Mzm. 91:1-2, 9-16; Rm. 10:8b-13; Luk. 4:1-13
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.