Sebab, jika bangsa-bangsa lain telah beroleh bagian dalam harta rohani orang Yahudi, maka wajiblah juga bangsa-bangsa lain itu melayani orang Yahudi dengan harta duniawi mereka. (Rm. 15:27)
Harta kerap dikonotasikan secara negatif, sebab banyak orang mengalami kejatuhan karena masalah harta; banyak orang yang hidupnya justru diperbudak oleh harta. Kita tentu mengingat lagu Sekolah Minggu yang liriknya mengatakan, “Apa yang dicari orang? Uang.” Lagu itu, sesungguhnya menegur kita yang kerap menjadikan harta sebagai tujuan. Padahal, harta adalah alat yang dapat dan seharusnya kita atur dan kendalikan.
Roma 15:22-33 menggambarkan adanya masalah ekonomi yang harus dihadapi oleh jemaat mula-mula. Kondisi keuangan yang tidak sama di antara jemaat-jemaat perlu disikapi dengan kreatif. Untuk bisa tetap bertahan di tengah situasi sulit tersebut, jemaat-jemaat harus saling menopang. Caranya adalah dengan mengirimkan bantuan. Jemaat-jemaat yang memiliki harta lebih, mengirimkan bantuannya kepada jemaat-jemaat yang berkekurangan. Mereka saling bertolong-tolongan dengan apa yang mereka miliki. Mereka bersehati demi tercapainya keseimbangan dan kesetaraan antar jemaat.
Prinsip keseimbangan dan kesetaraan inilah yang memampukan jemaat-jemaat untuk saling menolong, baik secara morel maupun materiel. Harta dunia yang kerap dikonotasikan negatif, ternyata menjadi alat pelayanan yang berguna untuk saling menopang. Uang maupun harta adalah alat, seharusnyalah kita tidak melekat padanya, melainkan menggunakannya sebagai alat untuk menolong sesama dan memuliakan Tuhan. [Pdt. Tunggul Barkat]
REFLEKSI:
Harta dunia layaknya dua sisi mata uang. Di satu sisi dapat membutakan mata, namun di sisi lain membukakan mata bagi sesama.
Ayat Pendukung: Mzm. 111; Kel. 24:1-11; Rm. 15:22-33
Bahan: Wasiat, renungan keluarga.
Komentar Anda
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.