Waktu yang Berkualitas

Waktu yang Berkualitas

Belum ada komentar 53 Views

Almarhumah ibu saya sering menyarankan agar saya dan istri pergi berdua tanpa membawa anak, sekadar untuk minum kopi atau makan malam. Masih terngiang di telinga saya kata-kata beliau, “Sana pergi sama Leni, anak-anak biar Mama yang urus.” Mengapa beliau sering menyarankan kami untuk pergi berdua?

Dari berbagai literatur dan survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang menangani masalah pernikahan, disimpulkan bahwa hal-hal yang berpotensi untuk menimbulkan konflik, bahkan sampai terpecahnya suatu penikahan, paling tidak ada 5 (lima), yaitu:

1. Egoisme

Hal pertama yang kerap membuat pasangan bertengkar adalah keegoisan. Setiap orang pasti memiliki sisi egois dalam dirinya. Saat sisi egois itu muncul, pasangan jadi terlupakan. Misalnya saja, karena merasa lelah, kita memilih langsung tertidur setelah seharian beraktivitas, padahal sebelumnya Anda dan pasangan sudah berjanji untuk melakukan sesuatu.
Tentu ada banyak hal lainnya soal keegoisan yang bisa membuat pasangan kecewa atau malah menyulut pertengkaran.

2. Komunikasi

Dr. John Gray, penulis buku ‘Men are From Mars, Women are From Venus’ mengungkapkan bahwa otak pria dan wanita sangat berbeda. Hal itu mengakibatkan cara berpikir mereka juga berbeda, baik dari segi kemampuan berbahasa, maupun dari alur logika. Inilah yang membuat banyak pasangan tak mampu membuat jalur komunikasi yang lancar. Hal itu kemudian berpengaruh pada kehidupan rumah tangga mereka.

3. Kepercayaan

Masalah kepercayaan juga sangat berpotensi untuk memicu pertengkaran dalam sebuah pernikahan. Banyak pasangan yang belum saling percaya, walau ikatan suci pernikahan telah mengikat mereka. Menumbuhkan rasa saling percaya antar suami istri pun butuh waktu yang cukup lama.

4. Kurangnya Keintiman dan Kasih Sayang

Terkadang pasangan yang sudah menikah bertahun-tahun melupakan masa-masa pacaran, ketika mereka saling mengasihi dan intim. Tentu ada banyak sebab mengapa hal itu bisa terjadi, seperti kehadiran anak, rasa lelah dan kesibukan. Jika hal itu dibiarkan, bukan tidak mungkin pasangan akan berpaling dan mencari apa yang tidak didapatkannya tersebut dari orang lain. Jadi cobalah untuk mengingat lagi bagaimana romantisnya Anda dulu. Terapkan keromantisan tersebut dalam kehidupan pernikahan Anda.

5. Masalah Keuangan

Pasangan suami istri tentu memiliki cara mengatur masalah keuangan yang berbeda, dan perbedaan ini sangat berpotensi menjadi sumber pertengkaran.

Agar masalah-masalah di atas tidak berdampak buruk terhadap pernikahan kita, tentunya kita harus menyikapinya dengan serius, tidak bisa dilakukan sambil lalu. Kita harus meluangkan waktu untuk membicarakannya. Rencanakan untuk membangun waktu yang berkualitas atau quality time bersama pasangan. Menurut para ahli, salah satu caranya adalah dengan pergi berdua saja tanpa menyertakan anak atau anak-anak, seperti juga yang disarankan pada butir 4 di atas. Pasangan suami istri juga sering disarankan untuk melakukan honeymoon kedua, ketiga dan seterusnya. Pergi berdua saja, apakah itu sekadar minum kopi atau makan malam, lebih baik lagi kalau bisa menginap di hotel atau ke luar kota, atau mengikuti Weekend Pasutri. Hal ini akan menguatkan dan menghangatkan cinta kita. Kita bisa membicarakan banyak hal, terutama mengenai diri kita masing-masing supaya pasangan bisa lebih mengenal diri kita. Lakukan introspeksi, rekoleksi, evaluasi atau apa saja dengan jujur, terbuka dan dengan kepala dingin. Kita juga bisa membahas kelima hal tersebut di atas.

Bayangkan, suatu senja kita berada di pinggir pantai Jimbaran di Bali, diiringi dengan deburan ombak dan kita menikmati matahari terbenam, berdua saja, romantis sekali bukan? Dalam keadaan seperti itu, pasti kita tidak ingin bertengkar. Bahkan kita akan terdorong untuk mengambil komitmen dan tekad dalam membangun cinta, demi keluarga yang kuat dan harmonis.

Kita sering mengasihani anak-anak dengan dalih tidak bisa atau tidak tega kalau ditinggal. Padahal kepergian kita berdua itu adalah untuk kepentingan masa depan mereka juga. Barangkali kita harus belajar dari jerapah. Jerapah melahirkan dengan berdiri, sehingga begitu lahir, bayi jerapah langsung jatuh dari ketinggian sekitar 2 meter. Setelah itu, induk jerapah akan menendang si bayi supaya berdiri, dan belum lagi si bayi berdiri dengan tegak, sang induk sekali lagi menendang si bayi supaya segera berjalan. Kelihatannya kejam, tetapi perlakuan itu dimaksudkan, agar si bayi segera berjalan sebab kalau tidak ia akan dimangsa oleh binatang lain.

Adanya anak-anak, menjadikan kita sering tidak bisa fokus kepada pasangan, perhatian kita akan terpecah. Dan kalau tidak fokus kepada pasangan maka hasilnya pun tidak optimal, mungkin juga tidak ada hasil apa-apa. Apakah hasil yang diharapkan? Hasil yang diharapkan adalah adanya komitmen, kesepakatan dan tekad di antara pasangan. Komitmen, kesepakatan dan tekad itu bisa diambil karena kita sudah lebih mengenal pasangan lebih dalam, sehingga antara suami dan istri sudah ada kesatuan yang kuat.

Kesatuan ini sangat penting, karena di dalam kehidupan ini kita akan sering dituntut untuk mengambil keputusan, dan keputusan itu harus merupakan keputusan bersama. Kalau masing-masing mengambil keputusan yang berbeda, maka kehidupan pernikahan atau keluarga kita akan “fragile”, mudah pecah. Misalnya saja dalam menerapkan pola asuh terhadap anak-anak kita. Pola asuh terhadap anak-anak sangat krusial. Tidak adanya kesatuan antara ayah dan ibu dalam menerapkan pola asuh bisa berakibat pada pembentukan kepribadian yang tidak diharapkan dan hasilnya biasanya baru terlihat pada masa dewasa.

Tidak ada yang salah kalau anak-anak tidak selalu bersama dengan orangtua mereka. Di bioskop misalnya, tentunya pada pertunjukan film yang bukan untuk anak-anak, anak-anak dilarang masuk. Di kebaktian umum di gereja, selalu disarankan agar anak-anak diajak ke Sekolah Minggu. Hal ini dimaksudkan agar kita bisa fokus dan khusyuk beribadah serta tidak terganggu dengan kehadiran anak-anak.

Pada gilirannya, secara berkala kita juga harus merencanakan waktu-waktu yang berkualitas bersama dengan mereka, apakah dengan rekreasi bersama atau pergi berlibur bersama guna membangun kebersamaan dan kehangatan dalam keluarga. Kita boleh memilih apakah dengan mengasihani anak-anak dan membiarkannya “dimangsa” oleh keadaan dan lingkungan yang semakin tidak bersahabat ini, atau kita memilih untuk memperkuat relasi kita sebagai pasangan sehingga kita bisa membangun keluarga yang kuat bersama dengan anak-anak.

Kapan terakhir kali Anda pergi berdua saja dengan pasangan? Ayo segera rencanakan honeymoon berikutnya, mumpung lagi banyak tiket murah….

(SSM)

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Keluarga
  • Menjembatani GAP Antar Generasi
    Friksi dalam Keluarga Di era pandemi ini banyak timbul gesekan di antara anggota keluarga. Apa yang tadinya tidak dianggap...
  • Kekuatan Hidup Harmonis
    Kej. 2:18-24; Mk. 10:2-16
    Manusia itu makhluk yang aneh. Sudah jelas Allah berkata, “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja,” atau dalam...
  • Keluarga Harta Paling Berharga
    “Harga dari segala sesuatu adalah sejumlah kehidupan yang kautukarkan dengannya.” ~Henry David Thoreau ~ Hal yang paling menarik untuk...
  • Tanggung Jawab
    Tanggung Jawab Tidak Dapat Diajarkan?
    “Saya ingin anak saya bertanggung jawab. Itu sebabnya saya mewajibkannya melakukan tugas tugas ini setiap hari. Kalau dia tidak...