Sehat Tapi Berisiko Sakit

Sehat Tapi Berisiko Sakit

Belum ada komentar 34 Views

Kelihatan sehat belum tentu pasti tidak sakit. Mungkin sedang proses menuju jatuh sakit. Mungkin juga hanya soal waktu bom itu bakal meledak suatu saat. Barang tentu yang sehat dan akan tetap sehat bila kesehatan dijaga dan dipelihara ketimbang mereka yang kelihatannya saja sehat, namun memikul risiko bakal jatuh sakit, suatu hari entah kapan. Sehat tapi berisiko perlu lebih waspada ketimbang yang memang sejatinya sehat asal mau merawatnya agar tetap sehat sepanjang hayat.

DI mata medik tidak semua orang dilahirkan sama. Ada yang lahir mulus tanpa kecacatan, tanpa warisan penyakit yang kelak merugikan dirinya. Tak sedikit yang lahir kelihatan fisiknya saja mulus namun mewarisi bibit penyakit kencing manis, darah tinggi, stroke, atau kanker. Yang ini sungguh tak bisa ditolak, tak pula bisa diminta.

Warisan penyakit, sebagaimana halnya warisan sifat tabiat, raut muka, warna kulit dan rambut, gaya serta gestur tubuh, diperoleh anak sebagian dari ayah sebagian dari ibu. Adonan pembauran sifat dan gen ayah dengan ibu inilah yang menciptakan sosok seorang anak secara bervariasi. Anak yang satu mewarisi sebagian penyakit ayah, yang lain mewarisi sebagian penyakit dan sifat tabiat ibu secara tidak sama.

Sama sehatnya dengan tanpa warisan penyakit

Perlu dimaklumi bahwa mereka yang tubuhnya mewarisi penyakit apa pun dari ayah dan ibunya, bisa sama sehatnya dengan orang yang tubuhnya tanpa warisan penyakit. Sebaliknya orang yang terbebas dari penyakit turunan, bisa saja tidak sesehat orang yang warisan penyakitnya banyak. Kelompok inilah yang sekarang mengisi barisan penyakit orang modern dewasa ini. Pilihan gaya hidup dan melakoni hidup sehat secara keliru yang membuat orang yang seharusnya bisa panjang umur dan sehat, malah mati prematur (premature death).

Diproyeksikan dalam satu dasawarsa ke depan, bila mayoritas menusia di dunia tetap memilih gaya hidup sebagaimana berlangsung sekarang ini, maka diperkirakan sekitar 400 juta orang akan terbunuh oleh penyakit yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Penyakit yang berkembang lantaran keliru memilih gaya hidup. Rakus makan yang serba enak terus, salah satunya.

Faktor makanan kini menjadi penyebab terluas, bukan saja terbesar, dari sejumlah penyakit orang modern sekarang ini. Hanya lantaran tak tepat memilih menu harian, maka orang semakin besar risikonya dirundung sekelompok penyakit yang berkomplot menggiringnya ke kamar ICU. Masuk ICU berarti sudah merusak banyak organ (multiorgan), nyaris sudah amat sukar untuk ditolong. Kalaupun berhasil ditolong hanya mengulur umur namun hidup tak berkualitas karena harus dengan bantuan mesin kehidupan (alat bantu napas dan jantung).

Menu harian yang dibiarkan salah terus-menerus juga mengantarkan orang lebih rentan terpicu kanker. Kanker usus besar dewasa ini menduduki peringkat atas lantaran yang orang sekarang makan salah. Menu boros lemak, serba manis, dan kelewat asin. Kegemukan, kelebihan lemak, kurang gerak, dirundung stres, secara berkomplot mencetuskan kejadian kanker juga. Yang seperti ini harus dipikul oleh kebanyakan orang yang sebetulnya tidak mewarisi penyakit, termasuk berisiko kanker, karena kelewat dibanjiri oleh zatcarcinogen(zat pencetus kanker) yang memasuki tubuhnya. Sekadar kebanyakan makan ikan asin (mengandung nitrosamine)saja pun bisa kanker.

Segala menu olahan yang membanjiri menu harian orang sekarang, kini jadi biang keladi kenapa orang sekarang lebih berlimpah risiko terkena kanker dan penyakit orang modern lainnya. Sebut saja sosis (dengan puluhan food additive), makanan kalengan, serta jajanan dengan bahan tambahan baik yang aman dikonsumsi maupun yang sudah nyata-nyata tak aman tapi masih digunakan. Faktor keamanan pangan (food safety) di sini masih kurang dihiraukan, ketika masyarakat masih banyak yang kurang tahu bahwa zat warna tekstil, campuran kimiawi dalam roti, atau penyedap berlebihan sama jahatnya dengan warisan gen penyakit itu sendiri.

Menu bukan olahan

Oleh karena faktor risiko makanan menjadi yang memegang peranan penting dalam menjerumuskan orang sekarang memasuki wilayah risiko penyakit yang sebetulnya tak perlu dialami, maka penting untuk terus mewaspadainya.

Itu maka untuk menekan atau menghapuskan risiko terkena penyakit yang sesungguhnya tak perlu kita derita, faktor makanan harus menjadi yang harus kita paling perhatikan benar. Memilih jajanan, memilih jenis bahan makanan, serta menu, perlu sangat diindahkan. Prinsipnya bukan jenis bahan makanan atau menu yang merusak atau merugikan tubuh.

Semua makanan yang sudah diolah (refined diet) sesederhana pun arifnya tidaklah kita pilih. Kalau ada pilihan donat dan ubi rebus, tentu ubi rebus yang kita pilih karena donat serba diolah dan berasal dari bahan yang rata-rata tidak menyehatkan. Mulai dari terigunya, gula pasirnya, menteganya, minyak gorengnya. Sedangkan ubi resbus selain alami, ia juga memberikan tiga keuntungan kalau bukan keunggulan sekaligus, karena mengandung serat (fiber) yang melancarkan kerja penceraan kita sehingga sembelit atau sukar ke belakang sebagaimana dialami banyak orang sekarang (karena kurang gerak dan menu miskin serat) bisa teratasi secara alami. Ubi juga kaya akan vitamin, khususnya vitamin A, dan satu yang perlu dicatat, ubi mengandung hormon awet muda DHEA.

Melihat keunggulan ubi, donat mestinya bukan pilihan rutin kita. Namun kalau ditanya, apakah saya tidak pernah makan donat? Oh tentu jawabannya saya suka donat, tapi sesekali saja. Termasuk juga lemak babi, jerohan kambing, atau lapis legit. Yang salah kalau yang seharusnya sesekali itu menjadi setiap hari.

Kalau saja menu harian kita berpihak kepada yang serba menyehatkan, seperti bukan menu olahan, bukan ditambahkan bahan kimiawi (yang berbahaya maupun yang aman), bukan yang sudah diawetkan, bukan kebanyakan penyedap, bukan yang sudah ampas (junk food), bukan yang serba manis dan kelewat asin, tentu tubuh kita akan lebih terawat kesehatannya. Yang serba bukan di atas itulah yang nantinya merusak tubuh orang sekarang. Radikal bebas ikut membanijiri tubuh, sedangkan tubuh sendiri tak cukup antioxidant yang diproduksinya untuk menawarkan racun free radicals yang sudah membanijiri tubuh tersebut.

Jangan abaikan stres

Satu faktor yang ikut berkompolot sehingga risiko terserang jantung, stroke, maupun kanker sendiri, yakni faktor stres kini semakin menumpuk dan mengancam orang sekarang. Merawat badan sehat saja menjadi tidak cukup kalau stres terus merundung. Sering kita mendengar kasus orang yang pintar jaga badan, check up rutin, jaga makan, namun terserang jantung koroner, atau stroke juga. Kasus demikian terjadi oleh karena orang hanya memerhatikan check up fisik belaka, lupa kalau dalam hidup kita juga perlu check up kehidupan.

Kalau saja kita rutin check up kehidupan, stres kita mengendur. Bukannya karena kita tidak boleh stres. Tapi stres yang sama dan secara terus menerus merundung kita itu yang bikin penyakit kita muncul. Kita menyebutnya malstress.

Stres lari ke mana-mana ke sekujur tubuh kita. Kencing manis sukar terkontrol kalau kita stres. Terlebih jantung, dan kanker sekalipun. Stres memperburuk penyakit yang sudah kita idap. Termasuk juga memunculkan penyakit yang belum kita derita. Sebagian pasien sekarang, lebih separo, yang mengeluh tidak sehat, faktor stres pencetusnya. Tidak bisa tidur, kurang enak makan, sering berdebar, pertama-tama yang harus dilacak, faktor stres berada di belakangnya.

Untuk bisa arif terhadap stres, kita perlu menyehatkan jiwa kita. Orang paling berbahagia di dunia 2 tahun lalu disebut orang Denmark, karena tiga hal. Pertama, negara menjaga kesejahteraan hidup warganya. Kedua, bangsa Denmark lekas bersyukur, dan ketiga, ekpektasi mereka tidak muluk-muluk. Belajar dari situ, begitu hendaknya kita menyikapi hidup dan kehidupan kita ini.Tahun lalu Panama menduduki peringkat teratas orang paling bahagia di dunia, dengan tiga faktor pendukung yang sama.

Negara Bhutan lebih mementingkan kebahagiaan bangsanya ketimbang pertumbuhan ekonomi, bisa jadi dengan alasan uang tidak bisa membeli segalanya. Uang bisa membeli ranjang emas, tapi tidak bisa membeli tidur. Bisa membeli seks tapi tidak bisa membeli cinta. Bisa membeli obat termahal tapi tak bisa membeli kesehatan. Maka konsep bernegara di Bhutan bukanlah menargetkan kenaikan produk domestik bruto melainkan happiness domestic brutto.

Seperti itu pula hendaknya kita merancang hidup dan kehidupan kita sejak awal. Dan yang seperti itu hanya bisa terwujud apabila kita bukan saja secara cermat melakukan check up fisik, terlebih penting melakukan secara rutin berkala check up kehidupan. Sudah benarkah arah, dan benar pula cara kita menempuhnya, supaya yang kita bawa pulang nanti sebuah Oscar Kehidupan.

|| Dr Handrawan Nadesul

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Kesehatan
  • MINDFUL EATING
    Alasan terutama untuk menjadi mindful adalah dengan menyadari bahwa tubuh ini adalah bait Allah yang perlu kita syukuri dan...
  • Demam Berdarah Bisa Dicegah
    Demam berdarah dengue (DBD) diberitakan berjangkit di sejumlah daerah sekarang ini. Penyakit ini buat kita dianggap jamak. Apakah memang...
  • Menunda Proses Menua
    Menua itu pasti, tetapi ilmu dan teknologi medis bisa menundanya. Berumur panjang itu pilihan, bukan menerima keadaan, melainkan memilih...
  • Nasib Kita Di Hadapan COVID
    Sekarang ini makin banyak orang gelisah, galau, khawatir, takut, dan fobia di tengah ingar bingar informasi yang “mis” maupun...