Natal: Ketika Tubuh dan Materi Tampil Menakjubkan

Natal: Ketika Tubuh dan Materi Tampil Menakjubkan

Belum ada komentar 241 Views

Menolak Rohanisasi dan Materialisasi Palsu Natal

Terlalu sering Natal dispiritualisasi atau dirohanisasi sedemikian rupa hingga Bayi Yesus diletakkan ke dalam ruang hampa, bebas materi, yang berfungsi sebagai Penyelamat jiwa manusia. Hantu Plato agaknya terus membayangi Yesus, sejak kelahirannya. Plato adalah seorang filsuf besar yang hidup sebelum Yesus. Ia memetakan seluruh filsafat dunia dengan gagasan dasar bahwa roh itu unggul dan terjebak ke dalam tubuh yang kotor dan karenanya keselamatan tercapai ketika roh kembali ke dunia ideal dengan cara meninggalkan penjara tubuh. Ironisnya, sementara makna Natal dirohanisasi berlebihan, bentuk Natal, sebaliknya, dimaterialisasi besar-besaran hingga tanpanya Natal tak bisa lagi gemerlap, mewah dan mahal. Tangisan Bayi Yesus dibungkam lewat hadiah mahal. Keduanya-rohanisasi dan materialisasi Natal yang terselewengkan itu-sungguh membuat Natal popular tak lagi punya kesan, setidaknya buat saya.

Padahal, Natal perdana adalah demonstrasi ilahi bahwa daging, tubuh, sangat berharga di mata Allah. Natal adalah inkarnasi (Lt.: in, di dalam + carnis, daging). Natal adalah momen di mana daging, tubuh, diakui harganya, dimuliakan, serta dipandang dengan penuh takjub. Maka benarlah yang ditulis oleh Mary Earle.

Kita menemukan bahwa Allah mencintai tubuh, Allah bermain-main dengan materi, Allah berbicara kepada kita melalui atom dan molekul, melalui darah dan tulang. Melalui setiap ras dan budaya manusia. Kisah Kristen menuturkan kepada kita bahwa Allah memilih untuk menjadi manusia, memilih untuk mengenal kehidupan manusia sejak momen konsepsi hingga penderitaan maut.

Natal, dengan demikian menolak rohanisasi palsu Natal dengan menegaskan bahwa Roh Kudus itulah Roh sejati yang menghidupi dan menjagai rahim Maria, demi bertumbuhnya seorang bayi-berdarah dan berdaging. Pun Natal sejati menolak materialisasi palsu yang berusaha menyebar rumor bahwa peringatan ulang tahun seorang bayi miskin bernama Yesus harus dirayakan secara mewah dan anggun. Materialisasi palsu justru ditolak karena justru menggadaikan sifat jamak, lazim, dari materi itu sendiri. Materi dipoles berlebihan dan menjadi artifisial (bahkan superfisial). Materi menjadi berarti justru ketika diterima dan dihargai dalam keberadaannya yang biasa saja. “Allah mencintai materi,” kata C.S. Lewis, “Ialah Sang Penemunya.”

Menghayati Natal dari Tradisi Celtic

Bagi orang-orang Yunani, kata Paulus, Kristus adalah batu sandungan. Dan ini tepat. Kristus memang menolak spiritualisasi berlebihan dalam tradisi Gnostik Yunani, yang menguat dahsyat sejak Plato. Namun bagi tradisi Celtic, Kristus bukanlah batu sandungan, namun pemenuhan budaya mereka. Bagi masyarakat Celtic, yang sangat berorientasi pada alam dan hidup berkeluarga, kelahiran Sang Bayi Natal membuat mereka makin akrab dengan budaya mereka sendiri. Yesus bukanlah seorang asing.

Mary Earle bertutur tentang hiasan gua Natal di dalam budaya Celtic yang selalu menghadirkan sosok seorang perempuan sederhana, seorang pencuci, bersama-sama dengan Maria dan Yusuf. Yesus, bagi mereka, lahir di dalam hidup sebuah keluarga, sebuah rumah tangga pada umumnya. Yesus lahir dalam suasana keseharian hidup. Mary Earle selanjutnya menulis: “Kelahiran Yesus mengingatkan kita bahwa setiap rumahtangga sungguh dikasihi Allah.” Natal adalah keseharian yang diangkat dan dimuliakan ke jenjang di mana semua yang remeh dan sepele menjadi bermakna dan lahir ke dalam kawasan kemanusiaan yang sama sekali baru.

Inkarnasi dan Semesta: Apa di Dalam Apa?

Kita bisa menyaksikan beragam paradoks di dalam Natal. Natal adalah momen di mana rahmat Allah menghujani kita dengan penuh melimpah, dengan surplus, sekaligus hadir dengan cara mengosongkan diri serendah-rendahnya. Paradoks penuh-kosong ini sungguh mencengangkan. Natal juga menghadirkan paradoks lain yang sekaligus mengizinkan kita untuk mencicipi misteri ilahi: Sang Firman, yang di dalam dan melalui-Nya segala sesuatu diciptakan itu, kini justru menjadi bagian dari ciptaan.

Di satu sisi, seluruh kenyataan diciptakan oleh Allah melalui dan di dalam Kristus. Maka, di dalam keyakinan Kristen, penciptaan berlangsung di dalam Kristus. Paulus menegaskan hal ini dalam Kolose 1:16, “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” Dan ia pun melanjutkan, “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” (ay. 17). Jika kita berupaya memahami teks ini dalam perspektif yang lebih fisikal, maka dengan mudah kita mengatakan bahwa seluruh ciptaan itu berada di dalam Kristus. Kristus menjadi he khora ton zonton, penampung seluruh yang hidup (bahkan semua yang ada), kata sebuah tulisan kuno di sebuah biara di Istanbul.

Namun, di sisi lain, inkarnasi menegaskan bahwa Sang Firman itu justru kini lahir dalam sosok seorang bayi bernama Yesus, di sebuah titik spasial dan temporal tertentu. Singkatnya, Natal perdana meletakkan Yesus Kristus sebagai bagian dari semesta. “Firman itu telah menjadi manusia (daging), dan diam di antara kita,” kata Yohanes 1:14. Paulus juga menyadari bahwa, sekalipun segala sesuatu berada di dalam Kristus, namun Kristus yang sama dapat disapa oleh manusia, karena Ia berada di dalam dunia. “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol. 2:9).

Misteri yang paradoksal ini memang tak perlu diselesaikan. Masalah memang bisa diselesaikan, namun tidak demikian dengan misteri. Misteri bukan untuk diselesaikan, namun untuk diterima dan dimasuki. Doktrin dan kata memang bisa membantu kita dalam memahami secuil kebenaran yang paradoksal ini. Namun doktrin dan kata tak bisa menolong kita untuk menghidupi paradoks ini. Maka, tak bisa tidak, kita hanya mampu menghayatinya lewat nada. Lewat doksa: puja dan puji.

Joas Adiprasetya

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Kasih Terbesar
    Hakikat Penderitaan Yesus Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...