Menjadi Sesama Bagi Orang Lain

Menjadi Sesama Bagi Orang Lain

Belum ada komentar 253 Views

Dalam buku “Chicken Soup For The Soul” yang saya baca pagi ini, ada tulisan yang sangat menyentuh hati saya, sampai saya berlinang air mata. Baiklah saya tuliskan dengan lengkap bagi Anda. Judulnya, “Pak Gillespie”.

Ketika aku duduk di kelas tujuh, aku menjadi pekerja sukarela di rumah sakit setempat. Aku bekerja tiga puluh hingga empat puluh jam seminggu selama musim panas. Selama itu aku paling sering menemani Pak Gillespie. Tidak ada seorang pun yang membesuknya, dan tampaknya tidak seorang pun peduli tentang keadaannya. Aku meluangkan waktu entah berapa hari untuk memegangi tangannya dan berbicara kepadanya, selain membantu memenuhi apa pun kebutuhannya. Ia menjadi teman akrabku, kendati tanggapannya hanya sebatas meremas tanganku, itu pun kadang-kadang. Pak Gillespie mengalami koma.

Aku pergi selama seminggu untuk berlibur bersama orangtuaku, dan ketika kembali, Pak Gillespie sudah tidak ada. Aku tidak mempunyai keberanian untuk menanyakan keberadaannya kepada perawat, karena takut mereka memberitahuku bahwa ia telah meninggal. Maka dengan banyak pertanyaan yang tak terjawab, aku terus menjadi relawan di sana sampai naik ke kelas delapan. Beberapa tahun kemudian, ketika aku sudah duduk di sekolah menengah, aku sedang berada di sebuah pompa bensin ketika melihat wajah yang tidak asing bagiku. Waktu sadar tentang siapa dia, mataku langsung berlinang air mata. Ternyata ia masih hidup! Aku menghimpun keberanian untuk menanyakan apakah namanya Gillespie, dan apakah ia pernah mengalami koma sekitar lima tahun yang lalu. Dengan wajah tampak bingung, ia mengiyakan. Aku bercerita tentang bagaimana aku bisa tahu, juga bahwa dahulu aku sering mengajaknya bercakap-cakap di rumah sakit. Air matanya berlinang, kemudian ia memelukku dengan pelukan paling hangat yang pernah kuterima. Ia mulai bercerita kepadaku bahwa selama ia terbaring dalam keadaan koma, ia dapat mendengar kata-kataku dan dapat merasakan aku memegang tangannya. Ia mengira seorang malaikat yang melakukannya, bukan manusia. Pak Gillespie yakin betul bahwa suara dan sentuhankulah yang telah membuatnya tetap hidup. Kemudian ia meneruskan ceritanya tentang hidupnya, juga tentang mengapa ia sampai mengalami koma. Kami bertangis-tangisan selama beberapa saat dan berpelukan, kemudian berpisah. Walaupun aku belum pernah berjumpa lagi dengannya, ia mengisi hatiku dengan kebahagiaan setiap hari. Aku tahu bahwa aku ikut berperan dalam menentukan hidup dan matinya. Yang lebih penting, ia telah mendatangkan perubahan luar biasa dalam hidupku. Aku tidak akan pernah melupakannya, termasuk yang diperbuatnya kepadaku: ia menjadikan aku seorang malaikat. (Angela Sturgil)

NO MAN CAN BE A FRIEND OF JESUS CHRIST WHO IS NOT A FRIEND TO HIS NEIGHBOUR. (Robert H. Benson)

Mengapa saya menangis ketika membaca kisah di atas? Mungkin karena saya termasuk pria yang cengeng. Tapi kemungkinan lebih besar, karena dalam hidup ini saya jarang menjumpai orang yang dengan tulus hati memberi bantuan yang begitu berarti.

TAKE AWAY LOVE AND OUR EARTH IS A TOMB. (Robert Browning)

Bantuan yang begitu berarti seperti apa? Angela, sang penulis kisah tadi, benar-benar telah menjadi seorang “angel” atau “malaikat” bagi Pak Gillespie. Bukan karena ia memberikan harta benda, melainkan kasih sayang. Dan hal itu merupakan tindakan yang sangat tepat, karena paling dibutuhkan oleh sang pasien. Tindakan itu sangat berarti sampai diakui telah dapat membuat sang pasien bertahan hidup.

Kasih seperti itulah yang dipaparkan oleh Tuhan Yesus dalam perumpamaan “Orang Samaria Yang Murah Hati”. Baik sang korban dalam perumpamaan tersebut, maupun sang pasien di rumah sakit, sama-sama dalam keadaan koma. Orang Samaria maupun Angela telah melakukan perbuatan yang sangat berarti, karena menyangkut bantuan keselamatan jiwa. Kalau sudah begitu, maka harus diyakini bahwa sang penolong hanya merupakan alat kecil di dalam tangan Tuhan yang Mahakuasa. Biar saja Angela merasa diri sebagai malaikat, sebab malaikat tidak lebih besar daripada manusia dan hanya pesuruh Tuhan. Tapi ketahuilah bahwa begitu kita berbagi kasih kepada orang lain, pada saat itulah kita melakukan pekerjaan Tuhan yang sangat berarti dan dibutuhkan oleh sesama kita. Bunda Teresa pernah berkata:

Penyakit yang paling menakutkan bukan TBC atau lepra, melainkan tidak dikehendaki, tidak dicintai, dan tidak dipedulikan. Kita dapat mengobati penyakit fisik dengan obat-obatan, tetapi satu-satunya obat untuk kesepian, keputusasaan, dan hilangnya harapan, adalah kasih. Banyak orang di dunia ini yang mati karena kurang makan, tapi lebih banyak lagi yang mati karena haus akan kasih sayang.

Mengapa tadi saya katakan “dengan ketulusan hati”? Kata kunci inilah yang membuat perumpamaan Tuhan Yesus tersebut sangat terkenal di seluruh dunia. Perumpamaan ini juga menggambarkan diri Yesus sendiri, ketika selaku Orang Asing dari surga, Dia turun ke dunia untuk mengulurkan pertolongan-Nya yang menyelamatkan. Dan hal itu dilakukan-Nya dengan segala ketulusan hati, sebab tidak ada keharusan sama sekali. Angela sedikit mencerminkan sikap itu, karena meskipun ia sedang bertugas dan sebenarnya bisa memilih untuk mendatangi para pasien secara merata, namun ia lebih banyak mencurahkan waktunya bagi Pak Gillespie yang sakit parah itu.

Di dalam buku yang saya baca tadi pagi itu, ada lagi kisah yang sangat menarik, berjudul “Ayahku”. Saya ingin mengutip beberapa kalimat yang menyentuh hati:

Ia (sang ayah) selalu meluangkan waktunya untuk membantu orang lain yang memerlukan pertolongan di jalan raya. Ia juga selalu menerima orang yang membutuhkan tumpangan, karena ia tidak tahan melihat ada orang memerlukan sesuatu yang dapat dipenuhi olehnya. Ia merasa bahwa menolong sesama yang membutuhkan adalah tugas seorang warga negara. Ia hemat dan teliti, tetapi murah hati. Ia menyumbang banyak kepada lembaga-lembaga sosial dan menjadi sponsor pengiriman anak-anak ke luar negeri. (Brenda Gallardo)

Andai semua orang yang kaya harta juga kaya jiwanya, alangkah indahnya. Satu kalimat yang patut kita beri perhatian khusus: … karena ia tidak tahan melihat ada orang memerlukan sesuatu yang dapat dipenuhi olehnya.

Itulah yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dan orang Samaria yang murah hati dalam perumpamaan-Nya. Itulah juga yang tertulis di Amsal 3:27, “Janganlah menahan kebaikan daripada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.”

Di sini diingatkan bahwa kita sering berhadapan dengan orang-orang yang sesungguhnya berhak memperoleh bantuan kita, karena kita mampu melakukannya. Dan Tuhan sudah “membawa” mereka ke hadapan kita, berarti Dia sudah menunjuk kita untuk menjadi kepanjangan tangan-Nya. Namun kita tidak cukup peka, atau kita malah memiliki cukup keberanian untuk menolak permintaan Tuhan.

YOUR NEIGHBOUR IS THE MAN WHO NEED YOU. (Elbert Hubbard)

Kesulitan yang sering kita hadapi adalah, kita tidak menyadari bahwa Tuhan ada di belakang sesama kita, yang terus terang saja kurang menarik itu. Mereka adalah orang-orang yang tersingkir, yang tidak bakal dapat membalas perbuatan baik kita, bahkan terkadang sangat menjengkelkan, tidak tahu sopan santun, tidak berbudi, kurang berpendidikan! Tapi semakin bobrok keadaan mereka, bukankah seharusnya kita semakin tertantang? Bukankah Kristus datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang? (Lukas 19:10)

Ada kata-kata indah yang menggugah, “Pada saat kita berada di dalam terang kasih Kristus, maka salah satu tangan kita hendaknya terulur kepada sesama yang masih hidup di dalam kegelapan.”

Suatu keanehan terjadi ketika kita mewujudkan firman Tuhan Yesus, bahwa lebih berbahagia memberi daripada menerima (Kisah Rasul 20:35). Jika kita dapat memberi, berarti kita memiliki dan sudah dilimpahi berkat Tuhan. Tapi anehnya, ketika kita memberi dengan tulus ikhlas kepada seseorang, maka Tuhan merasa berutang kepada kita.

“Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi Tuhan, yang akan membalas perbuatannya itu.” (Amsal 19:17)

Dan ketahuilah, pada saat Tuhan membayar utang-Nya, maka kita rasakan juga bunganya, sebab yang dikembalikan-Nya itu jauh lebih berbobot, dan yang berasal dari tangan-Nya memiliki nilai-nilai kekal dan sangat indah. Tapi awas, jangan sekali-kali memberi dengan pamrih atau mengharapkan bayaran dari Tuhan, sebab jika hal itu kita lakukan, maka perbuatan baik kita langsung mubazir, sama sekali tak berharga lagi di mata-Nya!

 

Pdt. Em. Daud Adiprasetya

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Bible Talks
  • Pelayanan yang Panjang
    Kisah Para Rasul 19:1-41
    Kisah Para Rasul merupakan buku kedua yang dituliskan oleh Lukas kepada Teofilus, dengan tujuan mencatat apa yang dilakukan oleh...
  • KASIH PERSAHABATAN
    Kasih adalah salah satu tema terpenling di da/am kekristenan. Di dalam 1 Korinlus 13:13, Paulus menegaskan bahwa dari seluruh...
  • WHAT WENT WRONG?
    Yosua 7-8
    Seandainya Anda mengalami kegagalan, akankah Anda berdiam diri dan bertanya, “Apa yang salah?” Setelah kemenangan di Yerikho dengan sangat...
  • Menghidupkan Semangat Dan Hati
    Yesaya 57:15
    Seseorang gadis berusia 18 tahun dan berpenampilan menarik berjalan masuk ke dalam ruang konseling. Dia sering menjuarai berbagai kompetisi...