Kebenaran Yang Memerdekakan

Kebenaran Yang Memerdekakan

Belum ada komentar 2793 Views

Banyak orang justru merasa tidak merdeka karena ia harus melakukan kebenaran. Tidak usah jauh-jauh, anak-anak remaja zaman ini punya kebebasan (entah dibiarkan oleh guru atau mereka terlalu pandai mengelabui guru) untuk menyontek. Banyak cara baru sejalan dengan canggihnya teknologi sehingga mempermudah mereka dalam menyontek. Misalnya saja dengan bertukar USB atau memindahkan jawaban ujian lewat bluetooth. Tinggal sekali pencet masuklah semua jawaban ujian dari handphone ke computer.


Apa rasanya kalau budaya nyontek seperti itu dilarang, dengan mengatakan bahwa nyontek itu berarti berbohong dan bohong itu dosa. Sedangkan dosa harus dijauhkan, karena menjauhkan dosa itu adalah sebuah tindakan kebenaran. Itu sebabnya remaja Kristen yang mau melakukan kebenaran harus meninggalkan budaya nyontek.


Tentu sebagian besar remaja yang memiliki budaya itu akan merasa kehilangan kebebasan, tidak merdeka, bahkan terkungkung atau terpenjara dengan kebenaran itu. Sama seperti budaya suap, uang pelicin, menghibur customer dalam bentuk tertentu, dan sebagainya, bukankah itu merupakan sebuah pemenjaraan buat sebagian dari kita?


Ini yang harus diperjelas! Apa maksud kata “merdeka”? Seringkali orang berpikir bahwa “Merdeka” berarti bebas melakukan apa saja sebebas-bebasnya. Itu berarti jika saya punya kemerdekaan saya bebas makan apa saja, tidur di mana saja, bicara apa pun, bahkan berpikir apa saja. Tapi hati-hati saudara. Saat kita berpikir bahwa “merdeka” berarti bebas melakukan apa saja tanpa aturan yang jelas, justru kamus besar bahasa Indonesia mengingatkan bahwa itulah definisi dari “Liar”. Tentu yang dimaksud dalam tema kita kali ini “Kebenaran yang memerdekakan” bukan berarti kebenaran yang membuat kita (maaf) jadi liar.


Lalu pertanyaannya, kebenaran seperti apa yang dianggap dapat memerdekaan kita? Yohanes 8:31-32 bicara hal itu dalam konteks seorang murid Tuhan. Setiap kita tentu bukan hanya jadi orang Kristen KTP (Kartu Tanda Penduduk). Kita ingin kualitas dari kekristenan kita sama sebagaimana seorang murid Tuhan Yesus 2000 tahun yang lalu. Itu sebabnya, baiklah kita menyelipkan kata murid dalam tema kita, yang akhirnya menjadi: kebenaran yang memerdekakan kita sebagai murid.


Itu berarti, sekalipun kita mendapat kemerdekaan, aturannya jelas, yaitu aturan seorang murid dari pimpinan Gurunya, melalui firman Tuhan yang Dia beri pada kita. Kita bebas merdeka, sejauh kita memperhatikan batasan-batasan yang diberikan oleh Guru kita itu. Batasan seperti apa yang diberikan oleh Sang Guru?


  1. Seorang murid bebas belajar, tapi sejauh yang dipelajarinya memperkaya dirinya sebagai pengikut Tuhan dan membuatnya semakin cinta Tuhan, bukan semakin berbuat dosa. Ada banyak buku, pelajaran atau pernyataan yang kadang membuat kita ragu akan kebaikan Tuhan, goyah iman atau bahkan terhanyut dalam dosa. Tidakkah itu berarti memenjarakan kita? Kita seakan tidak lagi bebas beriman karena kecurigaan-keraguan kita tentang Tuhan.Kalau saya diberi kesempatan untuk memilih dalam waktu hidup yang sangat terbatas ini, tentu saja saya tidak akan anti dengan pelajaran atau buku atau pernyataan-pernyataan yang menggoyahkan iman saya, namun adalah lebih baik memperkaya diri dengan kebenaran yang sesungguhnya untuk terus menambahkan kualitas iman, kedekatan dan kecintaan saya pada Sang Guru, bukan? Pertanyaannya, kebenaran (prinsip-prinsip) apa yang saudara pelajari atau yakini saat ini? Apakah itu menjauhkan saudara dari Tuhan dan dari image seorang murid Tuhan? Jika itu justru memberi semangat pada saudara untuk lebih dekat dan mengenal Tuhan, mengapa tidak?
  2. Seorang murid bebas melakukan dan mengatakan apapun, sejauh itu membuka pintu kemerdekaan bagi orang lain melihat Tuhan di dalamnya. Banyak orang sulit memahami firman Tuhan karena ia tidak melihat firman itu berbicara lewat penganutnya. Waktu perang salib terjadi, orang sulit menjadi kristen karena melihat bahwa orang Kristen dengan kejam membunuh dan balas dendam. Mereka menggunakan salib sebagai maskot dari gerakannya, tetapi melupakan dampaknya pada orang-orang yang sedang melihat kesaksian hidup mereka. Bukankah itu yang seringkali juga terjadi pada kita? Mobil kita bertuliskan “I Love Jesus” tapi kita ngebut dan mengambil jalan mobil lain. Kita menggunakan kalung bersimbol salib, tetapi orang mendengar kata-kata kotor keluar dari mulut kita. Atau bahkan kita menggunakan nama perusahaan kita dengan nama yang bercirikan Kristen tetapi bisnis kita kotor dan tidak menyejahterakan karyawan.


Kebebasan itu adalah pintu, tapi tidak melulu bagi kita, melainkan bagi orang lain yang sedang menyaksikan kita. Tidakkah kita membuka pintu itu lebih lebar dan membiarkan orang melihat kita lebih dalam dan banyak lagi? Kemerdekaan Indonesia juga pintu agar kita mempelajari kebenaran, menyatakan kebenaran dengan bebas. Jangan lupa, baca dulu aturannya! Firman Tuhan.



Riani Josephine S.

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...