Bertahan Ditengah Rintangan

Bertahan Ditengah Rintangan

Belum ada komentar 417 Views

Telepon berdering saat seorang ibu sedang membersihkan rumahnya. Ketika ia mau menjawab, kakinya tersandung karpet. Ia berusaha meraih meja telepon yang berada di dekatnya untuk dijadikan pegangan, namun tetap terjatuh dan gagang telepon pun ikut jatuh. Saat terjatuh itu, ia menimpa anjing peliharaannya sehingga anjing tersebut melompat dan menggonggong. Mendengar kegaduhan itu, putranya yang berumur 3 tahun terkejut dan menjerit keras-keras. Si ibu berusaha menenangkan semuanya dan akhirnya berhasil meraih gagang telepon. Saat gagang telepon didekatkan ke telinganya, ia mendengar suara suaminya berkata, “Kok belum ada yang menyahut ‘halo’ ya? Tapi saya yakin saya menekan nomor telepon yang benar, kok….”

Cerita di atas hanya menggambarkan bagaimana perjalanan untuk mengangkat telepon saja bisa melewati begitu banyak tantangan. Apalagi jika kita berbicara tentang perjalanan hidup kita, khususnya sebagai sebuah keluarga.

Pesatnya perkembangan teknologi membuat banyak orang semakin bergantung pada teknologi. Di satu sisi, teknologi dapat memudahkan komunikasi, tetapi di sisi lain kemudahan teknologi ini justru mengakibatkan renggangnya hubungan dan komunikasi antar sesama anggota keluarga. Papa pegang laptop, mama pegang blackberry, kakak mainan iphone dan adik mendengarkan musik dari ipod. Lain lagi halnya dengan perkembangan gaya hidup yang bervariasi. “Style is number one.” Tidak peduli mampu atau tidak, yang penting gayanya tidak ketinggalan dengan yang lain. Orang lain berlibur ke luar negeri, kita pun harus bisa. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat, juga menjadi tantangan lain yang akhirnya membuat waktu dihabiskan demi mencukupi kebutuhan hidup. Tetapi, ketika waktu terserap untuk bekerja, lalu bagaimana dengan “quality time” untuk keluarga? Cukupkah waktu untuk berbincang atau sekadar bersenda gurau dengan pasangan dan anak-anak?

Beberapa contoh di atas, hanyalah tantangan yang umumnya dialami keluarga di era modern ini. Kalau mau dijabarkan satu per satu, rasanya tidak ada habisnya. Belum lagi fakta bahwa masing-masing keluarga pun memiliki tantangan dan pergumulan yang sangat personal. Tantangan mengenai ketidakcocokan dengan anggota keluarga yang lain, kondisi ekonomi yang sulit, konflik dengan orangtua, dan berbagai tantangan lainnya. Lalu bagaimana kita menyikapi realita ini?

Sebuah ayat yang sering kita dengar dan menguatkan kita adalah, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Fil. 4:13). Ayat ini merupakan bagian dari surat yang Paulus layangkan kepada jemaat di Filipi. Paulus yang berada di dalam penjara ingin mengungkapkan rasa terima kasihnya, karena jemaat di Filipi mengirimkan Epafroditus untuk melayani dan memberikan dukungan kepadanya. Namun apa yang sebenarnya dimaksudkan Paulus melalui ayat ini?

Ada dua hal yang bisa kita renungkan dari surat Paulus ini. Pertama, pernyataan ini menunjukkan sebuah proses penerimaan atas apa yang Tuhan izinkan untuk terjadi dalam hidupnya. Dalam versi bahasa Inggris (NKJV) dituliskan: “I can do all things through Christ who strengthens me.”

Banyak orang kemudian menginterpretasikan ayat ini sebagai sebuah dasar bahwa kita bisa melakukan apa pun yang kita inginkan atau kita kehendaki. Namun bukan itu yang dimaksudkan oleh Paulus. Ungkapan “I can do all things…” berarti melakukan segala hal yang Tuhan izinkan untuk terjadi dalam hidupnya. Paulus tidak kemudian meminta agar Tuhan mengeluarkannya dari penjara atau memberinya kekuatan super agar ia bisa melawan tentara penjaga dan kembali memberitakan Injil. Namun ia memiliki cara pandang yang lain, bahwa apa pun yang Tuhan izinkan untuk dialaminya akan mampu dihadapinya.

Kedua, surat Paulus kepada jemaat Filipi ini merupakan sebuah pernyataan iman yang jelas, bahwa yang memberikan kekuatan adalah Kristus sendiri. Paulus dimampukan untuk menerima kondisi atau tantangan yang harus dihadapinya, karena Tuhan memberikan kuasa-Nya. Dalam Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Sehari-hari dituliskan:

Dengan kuasa yang diberikan Kristus kepada saya, saya mempunyai kekuatan untuk menghadapi segala rupa keadaan.

Dari sudut pandang manusia, apa yang dialami Paulus adalah sebuah tantangan yang berat. Paulus yang dahulu ternama dan berkelimpahan, justru mengalami banyak tantangan dalam kehidupannya setelah ia mengikut Tuhan. Namun kunci kekuatannya untuk menghadapi semuanya adalah karena Tuhan sendiri.

Kondisi dan tantangan yang kita hadapi di era modern ini memang berbeda dari kondisi dan tantangan yang dialami oleh Paulus. Namun demikian, kita dapat merenungkan dan belajar dari cara Paulus memandang dan menyikapi tantangan hidupnya.

Pertama, bagaimana kita berproses untuk menerima pengalaman dan tantangan yang Tuhan izinkan untuk terjadi dalam hidup kita. Penerimaan di sini bukan dalam arti hanya pasrah dan menyerah, tetapi sebuah sikap mau dengan rendah hati mengakui dan menyadari bahwa ada tantangan-tantangan kehidupan yang harus dihadapi. Baik ketika kita berbicara mengenai kerasnya hidup di Ibu Kota, maupun ketika keluarga kita diperhadapkan pada tantangan yang lebih khusus.

Sebagai contoh sederhana, ketika kita menghadapi Jakarta yang penuh dengan kemacetan. Waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain menjadi sangat lama, bukan karena jarak yang jauh namun karena kepadatan penduduk di Jakarta. Bagaimana sikap kita menghadapi kemacetan? Ngomel-ngomel setiap berangkat kantor dan pulang kantor? Kesal karena mobil-mobil yang begitu padat di jalan? Kalau itu yang masih kita lakukan, mungkin itu adalah sebuah indikator bahwa kita belum bisa menerima kondisi Jakarta. Kemudian, saya teringat ketika saya berdiskusi dengan ayah saya mengenai kejamnya kehidupan di Ibu Kota, ayah saya hanya mengatakan, “… Ya memang begitulah hidup di Jakarta.” Sebuah ungkapan yang sangat sederhana namun dalam maknanya. Itulah Jakarta, bisa terima atau tidak?

Proses penerimaan menjadi sulit ketika kita selalu berusaha untuk melihat kondisi maupun tantangan yang ada dengan perspektif ‘seharusnya….’ “Seharusnya Papa lebih mengerti saya!” “Seharusnya Kakak yang disalahkan, bukan saya!” “Seharusnya mobil itu jangan nyelonong!” “Seharusnya saya tidak lahir di keluarga ini….” “Seharusnya anak-anak bisa lebih hormat kepada orangtua!” “Seharusnya saya sudah kaya sekarang ini!” dan ‘seharusnya-seharusnya’ yang lain.

Bagaimana bertahan di tengah tantangan? Mari kita berproses untuk menerima bahwa ada tantangan-tantangan yang Tuhan izinkan untuk kita hadapi. Menerima bahwa ada konteks yang mewarnai kehidupan kita. Menerima bahwa ada orang-orang di sekitar kita yang berbeda dari kita namun sangat mengasihi kita.

Dan hal kedua yang juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana kita menyikapi setiap tantangan yang ada. Dalam siarannya di sebuah radio, seorang psikolog keluarga, membagikan tips 5K yang dibutuhkan keluarga: Kasih, Konsisten, Konsekuen, Kompak, Kompromi. Kelima aspek ini tentunya sangat penting dalam menjalani kehidupan berkeluarga, baik ketika berelasi dengan anggota keluarga lainnya, maupun ketika sebagai sebuah keluarga dihadapkan pada tantangan yang ada di sekitarnya.

Namun saya ingin menambahkan 1K yang paling penting, yaitu Kristus. Kristus yang menjadi dasar sebuah keluarga dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada. Karena ketika kita mendasarkan hidup kita kepada Kristus, maka kita dimampukan untuk menyikapi segala tantangan dengan kekuatan yang diberikan oleh Kristus sendiri. Saat Kristus menjadi pusat kehidupan keluarga kita, kita juga dimampukan untuk menerima satu dengan yang lainnya. Bagaimana bertahan di tengah tantangan? Andalkan Kristus, karena hanya Dialah yang memberi kekuatan dan memampukan kita untuk bertahan di tengah tantangan yang ada.

 

DEVINA ANUGRAHA

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Renungan
  • Allah hadir bagi kita
    Biarkanlah, biarkanlah itu datang, ya Tuhan. Kami berdoa pada-Mu, biarkanlah hujan berkat turun. Kami menanti, kami menanti. Oh hidupkanlah...
  • MENCINTA DENGAN SEDERHANA
    Aku Ingin Aku ingin mencintaimu ciengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu...
  • SULUNG DALAM PALUNGAN
    Persekutuan Perempuan Jumat, 9 Desember yang lalu, temanya adalah “Cinta dalam Kesederhanaan”. Saya jadi ingat puisi Sapardi Djoko Damono,...
  • MELAYANI ITU INDAH
    Ketika kita berbicara tentang “melayani” maka hal ini sangat dekat dengan kehidupan Kristiani. Melayani (Yunani: diakoneo artinya to be...