Kebangkitan Kristus

Beberapa Persoalan tentang Kebangkitan Kristus dan Kebangkitan Kita

1 Komentar 1408 Views

Persoalan tentang kebangkitan Kristus adalah suatu persoalan yang sangat penting bagi iman Kristen, karena seperti kata Paulus jika Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah iman kita, kecuali itu kebangkitan adalah salah satu bukti keallahan Yesus Kristus. Tetapi soal kebangkitan juga soal yang rumit dan banyak diperdebatkan, karena penjelasannya sering tidak memuaskan, apalagi di zaman yang sudah semakin rasionalistis ini, karena itu selalu ada usaha untuk menafsirkan ulang peristiwa kebangkitan Yesus Kristus ini.

 

Historis Kebangkitan Kristus

Persoalan pertama tentang peristiwa kebangkitan Kristus adalah: apakah kebangkitan itu merupakan fakta historis?

Biasanya ajaran gereja hendak menunjukkan tafsiran-tafsiran yang senantiasa mempertahankan historisitas kebangkitan. Misalnya fakta tentang kubur yang kosong; kain kafan dari Turin adalah usaha-usaha agar kebangkitan Kristus bisa diterima oleh masyarakat modern. Karena itu ayat-ayat dan pandangan-pandangan yang dianggap bisa merelatifkan historisitas kebangkitan diberi penjelasan baru atau ditolak sama sekali.

Misalnya saja ada pandangan yang mengatakan bahwa kebangkitan Kristus sebenarnya bukan fakta historis, tetapi merupakan proyeksi iman para murid-Nya. Artinya karena orang beriman pada waktu merasakan kehadiran penyertaan Yesus dalam hidupnya, maka Kristus yang mati, menjadi Kristus yang hidup, yang bangkit. Seperti halnya upaya untuk menghidupkan kembali paham Soekarnoisme, menjadikan Soekarno yang telah mati bangkit kembali.

Terhadap pandangan ini gereja dengan tegas mengatakan bahwa kebangkitan pasti bukan proyeksi iman para muridnya, sebab Yesus sendiri yang berbicara tentang kebangkitannya (Yoh. 10:17, 18; Luk. 18:32, 33). Kebangkitan itu pasti juga bukan proyeksi iman para murid, sebab yang percaya lebih dahulu akan kebangkitan itu bukan para murid, tetapi para musuh-Nya, mis. Orang Pharisi, yang kemudian menyuruh menjaga kubur Tuhan Yesus (Mat. 27:63, 64), sedang para murid belum percaya (Mark. 16:5,8,11,13; Mat. 28:8,17).

Tetapi karena masalah kebangkitan semakin lama semakin dianggap tidak masuk akal maka hal ini menimbulkan interpretasi-interpretasi baru, yang tidak lagi mempermasalahkan historisitas kebangkitan itu, agar kisah tentang kebangkitan bisa diterima oleh manusia modern, misalnya R. Bultmann, dengan metode demetologizing-nya.

Untuk bisa memahami kisah-kisah yang bersifat mitologi, orang harus membedakan antara mitologi dan beritanya, kita kupas metologinya agar bisa mendapatkan beritanya untuk dunia saat ini, demikian juga dengan peristiwa kebangkitan Kristus adalah sebagai mitologi. R. Bultmann mengatakan bahwa peristiwa salib itu historis, tetapi kebangkitan itu tidak historis, tetapi motologis, yang hanya merupakan penjelasan terhadap makna salib [1] .

Hendrikus Berkhof, misalnya juga mengatakan bahwa kebangkitan Kristus harus dipahami sebagai pengangkatan kemanusiaan Yesus sampai puncak yang tertinggi. Karena itu masa sesudah kebangkitan-Nya disebut sebagai masa pemuliaan, di mana humanitas Kristus diangkat sampai pada suasana ilahi [2].

Pandangan demithologizingnya Bultmann ini banyak yang menolaknya, sebab dengan cara itu, jika kita sulit menjelaskan kesaksian Alkitab yang tidak mudah diterima akal, maka kita membuang hal tersebut, kita anggap sebagai suatu mithos yang harus kita hilangkan dan kita cari maknanya saat ini. G. C. Berkower, yang mengatakan sulit sekali kita mengupas kulitnya tanpa melukai atau mengikis maknanya, sulit sekali menghilangkan mitosnya tanpa kehilangan maknanya [3].

Kecuali itu, pandangan tersebut dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan secara alkitabiah, sebab dalam Alkitab banyak kesaksian, baik yang muncul dari perkataan para Rasul maupun dari mulut Yesus sendiri bahwa Ia harus menderita, mati dan bangkit kembali (Yoh. 2:19; 10:17, 18; Luk. 18:32,33). Para musuh-musuhnya memberi kesaksian akan kebangkitan-Nya, sementara itu, para murid sendiri ragu-ragu dan tidak percaya akan kebangkitan-Nya (Mark. 16:5,8,11,13; Mat. 28:8,11).

Kecuali itu peristiwa kebangkitan itu tidak dapat dipisahkan dari peristiwa salib dan kematian Kristus. Kalau salib adalah historis maka kebangkitan pun pasti juga historis. Itulah sebabnya dalam Alkitab ada kata penghubung, tetapi yang hendak menunjukkan kesatuan antara kematian dan kebangkitan: “….Yesus Kristus orang Nazaret, yang telah kamu salibkan, tetapi yang telah dibangkitkan Allah dari antara orang mati….” (Kis. 2:23; 4:10; 13:19, Rom 4:24; 8:1; 10:9 dst.). Paulus dengan tegas mengatakan: Jika Kristus tidak dibangkitkan maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu (1 Kor. 15:17).

Saya sendiri juga tidak sependapat dengan pandangan yang menganggap peristiwa kebangkitan Kristus hanya mithologi, di mana yang penting adalah makna dari kebangkitan itu sendiri. Tetapi secara tidak sadar sebenarnya orang menerima pandangan Bultmann atau Berkhof ini. Hal itu nampak pada pemberitaan tentang kebangkitan Kristus, tidak lagi dipersoalkan apakah peristiwa itu historis atau tidak, tetapi apa maknanya untuk masa kini dan di sini. Misalnya saja pandangan yang mengatakan bahwa kebangkitan adalah kebangkitan terhadap Status Quo, kebangkitan adalah kebangkitan dari sikap opresif.

Persoalan historisitas kebangkitan ini menjadi diskusi yang berkepanjangan karena, orang memahami istilah historis ini seperti pemahaman historis menurut ilmu sejarah (yang obyektif, ada data-data konkret, ada saksinya, dst.), padahal para penginjil itu bukan menulis kisah ini bukan karena ia ingin menulis sebuah buku sejarah, tetapi menulis kesaksian iman bahwa Yesus Kristus benar-benar bangkit, yang hendak disampaikan kepada orang lain atau kepada generasi yang lain. Apakah tulisan itu sesuai dengan kriteria ilmu sejarah, itu di luar kemauannya.

Persoalan ketiga adalah: Bagaimana bisa terjadi kebangkitan Kristus berakibat pada kebangkitan kita?

  • Yesus akan membangkitkan kita melalui kuasanya (1 Kor. 6:14; Rom. 8:11; 2 Kor. 4:14; 1 Kor. 15:57; 1 Thes. 4:14; Kol. 3:4)
  • Karena satu orang semua orang didosakan, kematian datang, karena satu orang semua dibangkitkan (1 Kor. 15:21, 22)
  • Kuasa maut dikalahkan (1 Kor. 15:55, 57)

 

Kebangkitan Tubuh

Persoalan yang ketiga adalah: Apakah Yesus bangkit dengan tubuhnya? Kalau ya, mengapa dia bisa masuk ke ruang yang tertutup? Lalu bagaimana tubuh kebangkitan yang akan kita alami kelak?

Alkitab menunjukkan Yesus yang bangkit itu adalah Yesus yang mati, bukan hanya roh-Nya yang bangkit, tubuh yang terbaring di kubur itulah tubuh yang bangkit. Bukti lain bahwa Yesus bangkit dengan tubuhnya adalah Yesus makan bersama para murid-Nya, Yesus mempersilakan Thomas untuk menjamahnya.

Walau demikian tubuh kebangkitan itu bukan sama dengan tubuh yang lama, sebab kebangkitan itu adalah suatu tubuh yang diubahkan (1 Kor. 15:51), tubuh Rohani adalah tubuh yang bukan lagi tubuh duniawi. Tubuh duniawi adalah tubuh yang masih terikat pada perkara-perkara duniawi dan hukum-hukum duniawi. Jadi tubuh rohani adalah tubuh yang tidak lagi terikat masalah-masalah duniawi.

Itulah sebabnya dalam pengakuan Iman Rasuli, dikatakan Aku percaya kebangkitan daging, bukan kebangkitan orang mati. Karena seperti kebangkitan Kristus yang tubuh itulah tubuh kita juga akan dibangkitkan.

Bagaimana wujud tubuh kebangkitan itu? Tubuh kebangkitan adalah seperti tubuh Kristus yang dimuliakan, yaitu tubuh rohaniah, tubuh rohani itu berbeda dengan tubuh jasmani. Tubuh jasmani adalah tubuh yang terikat pada hal-hal jasmaniah (1 Kor. 15:42-44), sedang tubuh rohaniah adalah tubuh yang tidak terikat perkara-perkara jasmaniah.

Apakah kita akan bertemu dengan sanak famili kita? Mat 22:30 dan pertanyaan tersebut adalah pertanyaan manusia yang masih terikat pada perkara-perkara jasmani.

Apa yang terjadi pada masa antara Akhir Hayat (saat kita mati) sampai datangnya Akhir Zaman, saat kita dibangkitkan? Dalam ajaran gereja RK, sesudah mati manusia ada di dalam api pensucian, dalam agama Islam ada di alam Barzah. Bagaimana dengan agama Kristen?

Dalam buku iman Kristen Dr. Harun, dikatakan kita sudah bersama dengan Kristus (Luk. 23:43), tidak dipisahkan dari Kristus (Rom. 8:38,39) melihat Kristus, tetapi kesempurnaan itu baru terjadi pada Akhir Zaman. Menurut pendapat saya saat akhir hayat dengan saat akhir zaman itu bagi kita memang ada tenggang waktu yang panjang, tetapi bagi mereka yang sudah mati, masa itu menjadi satu atau berhimpit. Pada saat kita mati, pada saat itulah kita juga masuk pada masa Akhir Zaman.

Bangkit atau dibangkitkan oleh Allah? Apakah pakai kata bangkit atau dibangkitkan sebenarnya bukan masalah siapa sebagai subyek dan obyek kebangkitan itu, tetapi bahwa kebangkitan itu bukan karya manusia, tetapi karya Allah. (skt)

Catatan kaki:

  1. Rudolf Bultmann, New Testament and Mythology and Other Basic, Writing, London: SCM Press, 1984, p. 2.
  2. H. Berkhof, Christian Faith, an Introduction to the Study of Faith, Michigan, 1073, p. 297, 298
  3. G.C. Berkouwer, The Work of Christ, p. 183

 

 

 

Pdt. Dr. Budyanto adalah Rektor Universitas Kristen “Duta Wacana”, Yogyakarta.

1 Comment

  1. Hengky Setiyadi

    Pak Pendeta………Apa yang harus saya lakukan supaya saya dapat hidup yang kekal? Dan bagaimana saya harus lakukan untuk menyelamatkan keluarga saya?

Komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom dengan tanda (**) wajib diisi.

Arsip kategori Teologia
  • Puasa: Laku Spiritual di Masa Prapaska
    Dalam perjalanan hidup sebagai seorang Kristen, pernahkah kita berpuasa? Meskipun puasa sudah tidak asing dipraktikkan oleh umat Allah pada...
  • Kasih Terbesar
    Hakikat Penderitaan Yesus Paska, dalam kebiasaan orang Kristen, kurang mendapatkan posisi yang kuat ketimbang Natal dengan segala gemerlap dan...
  • Yesus: Milik Muslim Atau Kristen?
    sebuah dialog untuk menemukan ujung pemahaman bersama dalam perbedaan
    Dialog Antar Iman Hidup bersama dalam perbedaan sebenarnya wajar. Masalah baru timbul manakala perbedaan itu dijadikan alasan untuk tidak...
  • Merengkuh Terang
    Allah Pencipta Terang … dan Gelap Sebagai hal yang diciptakan pada hari pertama (Kej. 1:3), terang memiliki peran yang...
  • Laborare Est Orare
    menyikapi dikotomi ‘berdoa’ atau ‘bekerja’
    ‘Ora et Labora’ Kita mengenal akrab dan sangat memahami idiom yang artinya ‘Berdoa dan Bekerja’ ini. Sebuah prinsip yang...